Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ahli vulkanologi Universitas Gadjah Mada (UGM) mengungkap temuan endapan awan panas tebal atau scoria pertanda Gunung Slamet pernah meletus cukup besar. Bukan hanya sekali, gunung yang tegak di batas lima wilayah kabupaten di Jawa Tengah itu diperhitungkan telah tujuh kali erupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahli itu menduga tentang kemungkinan adanya perulangan erupsi yang cukup besar di masa mendatang. Cuma dia tidak bisa memastikan periode perulangan itu berdasarkan aliran scoria yang ditelitinya itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tapi potensi akan ada letusan besar di Slamet itu ada kalau melihat sejarah erupsi masa lalunya," kata Agung Harijoko, si ahli, dalam diskusi daring 'Memahami Aktivitas Gunung Api Busur Sunda' dalam rangka ulang tahun ke-60 Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) di Jakarta, Senin 13 April 2020.
Berdasarkan catatan yang ada, Gunung Slamet terakhir kali menggeliat pada Agustus tahun lalu. Saat itu statusnya sempat dinaikkan dari Normal menjadi Waspada setelah terekam rempa embusan dan tremor terus menerus. Namun secara visual tak teramati adanya gejala erupsi selain asap kawah putih dengan intensitas tipis hingga tebal teramati dengan maksimum ketinggian 300 meter dari atas puncak.
Berdasarkan informasi dari Badan Geologi Kementerian ESDM, potensi ancaman bahaya Gunung Slamet saat itu adalah erupsi magmatik. Itu menghasilkan lontaran material pijar yang melanda daerah di sekitar puncak di dalam radius 2 kilometer atau erupsi freatik dan hujan abu di sekitar kawah.
Pada saat itu juga pakar geologi Surono menilai peningkatan aktivitas gunung yang berada di antara Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Pemalang, Brebes, dan Tegal, Jawa Tengah, itu bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Pria yang akrab disapa Mbah Rono itu mengatakan kondisi Gunung Slamet setiap kali mengalami peningkatan aktivitas seperti itu atau level Waspada.
"Paling nanti kalau meletus (berupa) semburan-semburan material pijar, tidak perlu dikhawatirkan," katanya.
Beberapa tahun sebelumnya, Gunung Slamet juga pernah mengalami peningkatan aktivitas pada 2008-2009 dan setelah kembali normal. Aktivitasnya kembali meningkat pada 2014 dan selanjutnya kembali normal hingga diketahui meningkat lagi pada Agustus 2019 itu.