Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Lingkungan

Badak Sumatera Lama Terisolir dan Tak Kawin, Pegiat: Butuh Bantuan Teknologi

Masalah reproduksi turut mengancam keberlangsungan hidup populasi satwa berkulit tebal Badak Sumatera.

24 September 2020 | 17.32 WIB

Proses penyelamatan Badak Sumatera betina yang terancam punah di Kalimantan Timur. Kredit: WWF Indonesia
Perbesar
Proses penyelamatan Badak Sumatera betina yang terancam punah di Kalimantan Timur. Kredit: WWF Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Masalah reproduksi turut mengancam keberlangsungan hidup populasi satwa berkulit tebal Badak Sumatera. Penyakit seperti mioma, kista, bahkan tumor bisa saja menjangkit saluran reproduksi badak-badak itu yang terlalu lama terisolir dan tidak kawin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Untuk menyiasatinya, selain mengevakuasi ke tempat yang layak, para pegiat konservasi badak diimbau mulai menggunakan teknologi maju untuk membantu reproduksi atau pembiakan badak. “Ini harus menjadi perhatian, kalau kita tidak mendukung dengan teknologi, mungkin kita tidak bisa menyelamatkan mereka,” ujar Direktur Yayasan Badak Indonesia, Widodo Ramono.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menyampaikan itu dalam webinar Selamatkan Populasi Terakhir Badak Sumatera yang diselenggarakan bertepatan dengan Hari Badak Sedunia, Selasa 22 September 2020. Sebelumnya, webinar itu mengungkap kalau populasi Badak Sumatera di Indonesia yang tersisa saat ini di habitatnya tidak sampai 100 individu.

Badak Sumatera di antaranya tersebar di empat kantong subpopulasi di Taman Nasional Gunung Leuser, yang tiga di antaranya tidak menunjukkan tanda-tanda perkembangbiakan. Di luar ancaman pemburu dan hilangnya habitat, populasi badak di ketiga kantung tersebut terancam punah dengan sendirinya.

“Sebanyak 35 persen wilayah timur Leuser dihuni oleh badak, tapi tidak ada anakan, bisa jadi tidak ada pejantan atau betina,” ujar Ketua Dewan Pembina Forum Konservasi Leuser, Rudi Putra.

Rudi mengatakan mendesak menyelamatkan badak-badak yang terisolir tersebut dengan cara evakuasi ke pusat breeding sehingga bisa melakukan reproduksi. Adapun Widodo menekankan para intervensi pakai teknologi. “Badak yang terisolir lama di hutan berpotensi mengalami masalah reproduksi, khususnya badak betina, karena itu harus segera diselamatkan,” ujarnya.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno, mengatakan kalau pemerintah telah menyusun Rencana Aksi Darurat Badak Sumatera 2018-2021 yang menyangkut lima kawasan, yaitu Leuser Timur, Leuser Barat, Bukit Barisan Selatan, Way Kambas, dan Kalimantan Timur. Setiap kawasan memiliki rencananya masing-masing sesuai dengan situasi yang dihadapinya, termasuk relokasi badak-badak yang terisolir.

Andatu, bayi badak hasil perkawinan badak betina bernama Ratu (12 thn) dan badak jantan bernama Andalas (11 thn), bersama induknya di Suaka Rhino Sumatera, Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Foto: Kementerian Kehutanan/Yayasan Badak Indonesia/International Rhino Foundation

Dalam upaya tersebut, pemerintah melibatkan universitas lokal, LIPI, dan lembaga donor. “Rencana aksi ini merupakan pekerjaan yang sangat besar. Kami akan dukung sepenuhnya termasuk pendanaan dan SDM sehingga rencana ini menjadi upaya bersama,” kata Wiratno menjanjikan.

Selain pendekatan teknologi, Wiratno juga mengatakan, pihaknya akan mengembangkan wilayah konservasi yang berbasis pengetahuan lokal. Pengetahuan masyarakat sekitar kawasan ekosistem dinilai mumpuni dalam membantu upaya pelestarian Badak Sumatera. "Banyak pengetahuan tradisional tentang satwa, tentang hutan yang bisa dipakai untuk penjagaan hutan,” katanya.

MUHAMMAD AMINULLAH | ZW

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus