Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Bulan biru atau Blue Moon akan muncul besok, Minggu, 22 Agustus 2021. Dikenal musiman, fenomena ini menunjuk kepada bulan purnama ketiga dari total empat kali bulan purnama yang terjadi dalam satu musim astronomis saat ini. Umumnya, dalam satu musim astronomis hanya terjadi tiga kali bulan purnama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Peneliti Pusat Pusat Sains Antariksa LAPAN, Andi Pangerang, menjelaskan asal-usul bulan purnama itu yang ditelusuri dari Almanak Petani Maine, Amerika Serikat--yang saat ini sudah tidak dipakai lagi. Dalam almanak itu, dia menambahkan, bulan biru dapat memastikan jatuhnya Hari Raya Prapaskah dan Paskah bagi umat Kristiani sudah sesuai dengan fase bulan yang tepat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Sehingga peringatan hari besar lainnya juga akan jatuh di waktu yang tepat,” katanya dalam laman resmi LAPAN, Kamis, 19 Agustus 2021.
Sebagai catatan, menurut almanak itu, bulan purnama Prapaskah (Lenten Full Moon) merupakan bulan purnama terakhir di musim dingin (belahan utara). Sebulan setelahnya, yakni bulan purnama Paskah (Easter Full Moon atau Paschal Full Moon) merupakan bulan purnama pertama di musim semi (belahan utara).
Di dalam Almanak itu pula, Andi melanjutkan, bulan biru juga dinamakan sebagai purnama Sturgeon dikarenakan pada bulan Agustus, ikan sturgeon (ikan penghasil kaviar) muncul ke permukaan danau sehingga mudah ditangkap. Juga ada yang menjulukinya Purnama Jagung Hijau (Green Corn Moon), Purnama Ceri Hitam (Black Cherry Moon) dan Purnama Terbang Tinggi (Flying Up Moon).
Selain bulan biru yang bersifat fenomena musiman, ada juga bulan biru bulanan (monthly blue moon). Ini adalah fenomena bulan purnama kedua dalam satu bulan yang sama di dalam kalender Masehi. Fenomena ini lebih langka, dan biasanya terjadi pada Januari atau Maret.
Sebenarnya, Andi menerangkan, definisi Blue Moon bulanan itu disebabkan oleh salah tafsir yang pada mulanya dibuat oleh seorang astronom amatir, James Hugh Pruett (1886–1955) dalam majalah Sky & Telescope edisi 1946. Kesalahan ini akhirnya tersebar sebagai fakta.