Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat kampung Pasawahan, Desa Kertajaya, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, digemparkan dengan munculnya butiran es yang turun bersama dengan hujan deras sekitar pukul 13.30, pada Jumat, 17 Maret 2023. Sontak video fenomena hujan es tersebut viral dan beredar di grup-grup WhatsApp warga Sukabumi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Apa sebenernya penyebab hujan es dapat terjadi di negeri tropis, berikut penjelasannya. Merujuk sukabumiupdate.com, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan penyebab terjadinya fenomena hujan es tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Hujan es ini muncul dari awan konvektif jenis Cumulonimbus (Cb)," ujar Indra Gustari kepada sukabumiupdate.com mitra Teras.id melalui pesan WhatsApp.
Kepala Stasiun Klimatologi Jawa Barat itu menjelaskan bahwa awan Cb yang dibuat dari pemanasan yang kuat di permukaan dan labilnya udara di wilayah tersebut mampu menghasilkan suhu puncak yang sangat dingin sehingga berpotensi menciptakan hujan es. Menurut Indra, fenomena cuaca ini tercatat jarang terjadi di Indonesia. Namun masih dinilai wajar terjadi pada masa transisi atau masa peralihan musim atau saat musim hujan.
Indra juga menyebutkan fenomena hujan es seperti ini masih akan terjadi dilihat dari dinamika cuaca hujan yang sedang dilanda daerah Sukabumi dan sekitarnya. "Kalau dari dinamika cuaca, masih akan terjadi, khususnya menjelang musim kemarau (pancaroba)," katanya.
Indra mengimbau kepada masyarakat agar segera berlindung di tempat yang aman saat fenomena hujan es itu terjadi, dan sebaiknya warga tidak beraktivitas di luar ruang. Berdasarkan laman bmkg.go.id, diketahui bahwa hujan es adalah fenomena cuaca alamiah yang biasa terjadi. Indikasi terjadinya hujan lebat atau hujan es disertai kilat atau petir dan angin kencang berdurasi singkat. Peristiwa seperti ini lebih banyak terjadi pada masa transisi atau pancaroba musim, baik itu musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya.
Udara pada malam sampai pagi hari akan terasa panas dan gerah, sehari sebelum fenomena hujan lebat atau hujan es terjadi. Hal tersebut diakibatkan adanya radiasi matahari yang cukup kuat, ditunjukkan dengan nilai perbedaan suhu udara antara pukul 10.00 dan 07.00 LT (> 4.5°C). Ini disertai dengan kelembapan yang cukup tinggi, ditunjukkan oleh nilai kelembapan udara di lapisan 700 MB (> 60 persen).
Mulai pukul 10.00 pagi akan tampak tumbuh awan Cumulus, awan putih berlapis-lapis. Di antara awan ini akan terlihat satu jenis awan yang memiliki batas tepi sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol. Pada tahap selanjutnya, secara cepat awan tersebut aman berubah warna menjadi abu-abu atau hitam yang dikenal dengan nama Cb.
Dahan atau ranting pepohonan disekitar tempat kita berdiri akan mulai bergoyang cepat, dan terasa ada sentuhan udara dingin. Hujan yang pertama kali turun biasanya adalah hujan deras secara tiba-tiba, jika hujannya gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari tepat kita. Apabila selam satu hingga tiga hari berturut-turut tidak ada hujan pada musim transisi, pancaroba, atau penghujan, artinya ada indikasi potensi hujan lebat yang pertama kali turun disertai angin kencang, baik puting beliung maupun tidak.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.