Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Badui atau Baduy memusnahkan madu palsu sebanyak satu drum dan 20 botol pada Minggu 22 November 2020. Pemusnahan usai 'razia' oleh lembaga adatnya itu dilakukan di Kampung Kaduketug, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Pemusnahan itu dari hasil sitaan warga Baduy yang menjual madu palsu itu," kata tetua lembaga adat Baduy, Jaro Saija, yang juga Kepala Desa Kanekes.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurutnya, lembaga adat Badui menindak keras penyebaran madu palsu di Lebak, setelah informasi tersebut berkembang luas. Hal ini mengingat kebanyakan masyarakat Badui berpenghasilan ekonomi dari penjualan madu, sehingga dirugikan jika beredar madu palsu tersebut.
Karena itu, Jaro sebagai lembaga adat Baduy mengaku memiliki tanggung jawab agar masyarakat Baduy tidak mengedarkan madu palsu. "Kami selama dua minggu berkeliling kampung dan menemukan sebanyak 20 botol dan satu drum madu palsu itu," katanya.
Selama ini, menurut Jaro, peredaran madu Badui palsu yang beredar di wilayah Lebak merupakan sebuah kelalaian dan lemahnya pengawasan dari lembaga adat. Peredaran madu palsu di Provinsi Banten cukup berlangsung lama hingga terungkap pihak kepolisian dan menjadi pemberitaan luas.
"Kami minta agar masyarakat tidak menjual kembali madu palsu itu," katanya seusai pemusnahan.
Pemberitaan sebelumnya berisi penangkapan tiga orang oleh Kepolisian Daerah (Polda) Banten. Mereka ditangkap dari dua tempat yang berbeda yaitu di depan Alfamart di Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten dan di CV. Yatim Berkah Makmur, Jalan SMA 101 Joglo, Kembangan, Jakarta Barat.
Ketiga orang itu adalah, Asep 24 tahun, petani asal Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak; Tamuri (35) karyawan CV. Yatim Berkah Makmur; dan M Shopiauddin (47) pemilik CV. Yatim Berkah Makmur. Ketiganya disangka membuat madu palsu dari Baduy dan telah menjualnya dengan omzet hingga miliaran rupiah.
Ketiga tersangka disebutkan membuat madunya hanya dari zat glukosa, fruktosa, dan molase. "Tiga jenis cairan ini dicampur seolah-olah madu asli. Padahal tidak mengandung madu sama sekali," kata kata Kapolda Banten Inspektur Jenderal Fiandar kepada wartawan di halaman Polda Banten, Selasa 10 November 2020.