Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Salju Meleleh, Uang Melimpah

28 Juli 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAT Broe, juragan rel kereta asal Amerika Serikat, bakal kaya-raya karena mencairnya es di Tanah Hijau, Kutub Utara. Semakin hebat kerusakan lingkungan yang mencairkan es di Kutub, semakin deras pula uang mengalir ke kantong Pat Broe. Dia juragan rel kereta api asal Amerika dan pemegang konsesi pelabuhan Hudson Bay di Churchill, Manitoba, wilayah Kanada di Arktik. Mencairnya salju membuat jalur pelayaran akan terbuka sepanjang delapan bulan—dua kali jangka waktu sebelumnya yang hanya empat bulan. Alhasil, Pat Broe diramalkan bakal menuai uang US$ 100 juta (Rp 900 miliar) setahun.

Nasib baiknya bermula dari 11 tahun lalu. Ketika itu pemerintah Kanada melelang Hudson Bay. Peminat yang minim membuat Mister Broe membelinya dengan biaya tak sampai Rp 70 ribu alias US$ 7 saja. Dia lalu menanam banyak uang, sekitar US$ 60 juta, untuk membangun dermaga pelabuhan. Hasilnya, dermaga Hudson Bay bisa menampung kapal dan tanker raksasa, serta rel kereta api sepanjang 1.300 kilometer. ”Ini sisi positif dari pemanasan global,” kata Ron Lemieux, Menteri Transportasi Manitoba, kepada koran Amerika, The New York Times.

Melelehnya es membuat kapal-kapal menempuh jarak lebih pendek. Dalam rute normal, pelayaran dari Murmansk, Finlandia, ke Kanada, misalnya, harus masuk lewat Ontario dengan waktu tempuh 17 hari. Mencairnya es membuat kapal dari Murmansk bisa masuk ke Kanada melalui Churchill—tak perlu lagi lewat Ontario. Jarak tempuhnya pun hanya… delapan hari.

Pat Broe adalah satu dari sejumlah orang yang mendapat berkah dari kerusakan alam di ujung utara bumi. Panen uang juga bakal dinikmati pengusaha minyak, gas, dan tambang. Menghilangnya es memang memudahkan penambangan. Badan Survei Geologi Amerika menghitung, seperempat cadangan minyak dan gas di dunia berada di balik tumpukan salju di Kutub Utara. Bahkan Amerika sedang berpikir mencabut larangan—yang sudah berlangsung 27 tahun—mengebor di Taman Nasional Alaska demi mengatasi harga minyak yang terus melambung.

Maka raksasa minyak dunia pun berdatangan. BP, yang sudah mengebor di Alaska, menandatangani kontrak senilai US$ 17 miliar dengan Rusia belum lama ini. Statoil, perusahaan negara Norwegia, akan memanfaatkan pengalaman mengebornya di Laut Utara untuk memburu minyak Laut Barents di Kutub Utara. Di belakang mereka antre Royal Dutch Shell, ExxonMobil, Chevron, dan ConocoPhillips.

Sebuah revolusi sedang berlangsung. Kota Churchill di Kanada, yang dulu hanya dihuni seribu orang, kini jadi wilayah bisnis yang sibuk. Penduduk kota bergegas ganti pekerjaan. Dulu menggantungkan penghasilan pada turis yang ingin melihat beruang kutub dan ikan paus beluga, kini mereka beralih profesi menjadi pengusaha industri atau perkapalan.

Tidak semua penduduk menyukai perubahan radikal ini. Warga yang menghuni Taman Nasional Yukon Flats di Alaska keberatan daerah mereka dibor, walau cadangan minyak di wilayah ini luar biasa, sekitar 173 juta barel. Trimble Gilbert, 73 tahun, tokoh di desa itu, menyarankan agar warga setempat meningkatkan keterampilan berburu untuk menghadapi kesulitan ekonomi. Menurut Gilbert, rezeki minyak toh hanya akan datang sesaat.

Yudono Yanuar (AP, CNN, Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus