Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Pusaka menyoroti kebijakan Pemerintah Indonesia yang dinilai melakukan pembiaran terjadinya deforestasi walaupun telah mendapatkan dana dari komunitas global untuk upaya perbaikan lingkungan, yaitu Result Based Payment (RBP) REDD+.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam skema RBP, Indonesia mendapatkan insentif dari Green Climate Fund sebesar USD 103,8 juta untuk kinerja pengurangan emisi GRK sektor FOLU periode 2014 – 2016 sebanyak 20,25 juta ton CO2 equivalen. Selain itu, Indonesia juga menerima Result Based Contribution (RBC) melalui kerjasama Indonesia – Norway Partnership sebesar USD 156 juta untuk pengurangan emisi pada periode 2016 – 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski mendapatkan sejumlah pendanaan tersebut, kata Yayasan Pusaka, Indonesia masih membiarkan deforestasi di Papua. Soal ini diketahui Pusaka melalui analisis citra satelit dari Planet Labs Mosaic dan Sentinel S2 dan mengidentifikasi terjadinya perubahan penting dalam tutupan hutan.
"Hasil analisis kami menunjukkan peningkatan deforestasi pada kawasan hutan yang menjadi areal konsesi perusahaan kelapa sawit di daerah Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat, dan Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua dan areal konsesi hutan tanaman industri (HTI) di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan," tulis Pusaka dalam laporannya.
Hasil pemantauan Pusaka, pada periode Januari – Februari 2024, deforestasi di Papua seluas 765,71 hektare, di lima lokasi izin konsesi perusahaan. "Kasus deforestasi terjadi diduga berhubungan dengan pengembangan lahan perluasan bisnis perkebunan kelapa sawit dan eksploitasi hasil hutan kayu," kata Pusaka.