Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Olahraga

Bulu Tangkis: 2 Pemain Indonesia yang Memilih Membela Negara Lain

Dalam sejarah bulu tangkis tanah air, ada dua pemain Indonesia yang memilih pindah kewarganegaraan.

11 Juni 2019 | 13.45 WIB

Mia Audina. (olympic.org)
Perbesar
Mia Audina. (olympic.org)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sejarah bulu tangkis tanah air, ada dua pemain Indonesia yang memilih pindah kewarganegaraan. Kepindahan itutak membuat karier mereka redup.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Kedua pebulutangkis tersebut adalah Mia Audina Tjiptawan dan Fung Permadi. Mereka sempat sama-sama mengukir prestasi di negara barunya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mia Audina adalah peraih medali perak untuk Indonesia Olimpiade Atlanta 1996 dan medali emas SEA Games 1997. Ia merupakan salah satu pebulutangkis tunggal putri Indonesia yang namanya begitu bersinar di eranya. Ia bahkan sempat membuat kejutan dengan menjadi bagian dari tim Piala Uber Indonesia saat umurnya masih 14 tahun.

Hal itu pun membuatnya menjadi anggota tim Piala Uber termuda dalam sejarah bulu tangkis. Tak hanya menjadi yang termuda, ia pun sukses menjadi penentu kemenangan Indonesia di Piala Uber 1994 dan 1996, hingga membuatnya mendapat julukan 'Si Anak Ajaib'.

Tetapi hidup Mia berubah setelah ia memutuskan menikah dengan Tylio Arlo Lobman, seorang pria berkebangsaan Belanda. Meskipun sempat membuat permohonan agar tetap bisa bermain untuk Indonesia, permintaan eks pebulutangkis kelahiran 1979 ditolak mentah-mentah, hingga akhirnya ia memutuskan pindah haluan ke Negeri Kincir Angin, Belanda.

Selama menjadi pebulutangkis Indonesia, Mia sukses meraih banyak gelar juara seperti medali perak Olimpiade Atlanta 1996, medali Emas SEA Games 1997, Piala Uber 1994 dan 1996, Jepang Open 1997, Singapura Open 1997 dan Indonesia Open 1998.

Meskipun berbelot ke negara orang, prestasi yang mampu ditorehkan Mia tak kalah mentereng dibandingkan saat ia masih membela Indonesia. Bersama Belanda, ia kembali meraih juara Swiss Open 2002, medali Perak Olimpiade Athena 2004, Jepang Open 2004, Kejuaraan Eropa 2004, Jerman Open 2005, Belanda Open 2005 serta turut serta dalam Piala Uber dan Piala Sudirman Belanda. Mia pensiun dari dunia yang membesarkan pada 2006.

Tak jauh berbeda dari Mia, nasib serupa pun juga dialami Fung Permadi. Fung juga merupakan tunggal putra top Indonesia di masanya. Ia bahkan sukses membawa Merah Putih mempertahankan gelar juara Swiss Terbuka secara beruntun pada tahun 1993, setelah Joko Suprianto berhasil meraih gelar juara pada tahun 1992.

Namun ia memutuskan berpindah kewarganegaraan pada tahun 1996 setepah kesempatan tampil bersama Indonesia di turnamen Internasional sangat-sangat minim. Tahun 1996, ia resmi menjadi warga negara Taiwan.

Tiga gelar yang diraihnya selama membela Merah Putih, yakni Swiss Open 1993, Kanada Open 1990 dan Jerman Open 1990. Gelar-gelar itu berhasil dia lipat-gandakan saat bersama Taiwan.

Bersama negara barunya tak tak kurang meraih 6 gelar juara yang cukup bergengsi. Ia menjadi yang terbaik pada Hong Kong Open 1996, China Open 1996, Korea Open 1999, Chinese Taipei 1999, Swiss Open 1999, Finalis Kejuaraan Dunia 1999. Ia juga menjadi semifinalis Kejuaraan Asia 1999.

Berkat prestasinya, Fung mendapat pengakuan khusus dari pemerintah Taiwan. Setelah gantung raket, ia menjadi pelatih dan manajer tim bulu tangkis PB Djarum.

INDOSPORT

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus