Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga hari menjelang Natal lalu menjadi hari tak menyenangkan bagi John Terry. Teriakan "Huuuhh…" keluar dari setiap sudut Stadion White Hart Lane, kandang Tottenham Hotspur, London, setiap kali stopper Chelsea ini membawa bola. Sesekali terdengar, "Keluarlah dari tim nasional!" atau "Lepaskan ban kapten The Three Lions dari lenganmu!"
Wasit meniup peluit panjang dan pertandingan Liga Primer Inggris itu berakhir 1-1. Tapi teror belum berhenti bagi Terry. Dia mendapat telepon dari istrinya, Toni, yang mengabarkan bahwa rumah mereka di Oxshott, Surrey, disatroni orang. Mereka mencoba mendobrak pintu pagar. Toni, ibu Toni, ibu Terry, serta si kembar Georgie-Summer (anak Terry dan Toni) ketakutan setengah mati.
Polisi tak berhasil menangkap dan belum bisa mengidentifikasi gerombolan itu. Namun, sebagian orang menduga, peristiwa di rumah Terry memiliki benang merah dengan teriakan "huuuhh…" di White Hart Lane, yaitu stigma rasis yang kini melekat pada diri Terry setelah insiden pertengkarannya dengan stopper Queens Park Rangers, Anton Ferdinand, dalam laga pada 23 Oktober lalu. Meski, misalnya, penyatron bukan para aktivis antirasialis, itu tetap teror yang memperburuk hidup kapten Chelsea ini.
Sanksi sosial mengiringi hukuman berat yang mungkin diterima pria berusia 31 tahun itu. Luis Suarez telah merasakan lebih dulu. Tuduhannya, penyerang Liverpool itu telah menyebut bek Manchester United, Patrice Evra, dengan "negro" hingga tujuh kali. Resminya, pemain asal Uruguay itu mendapat denda 40 ribu pound sterling (hampir Rp 600 juta) dan dilarang bermain sebanyak delapan laga oleh Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA). Tidak resminya, Suarez kini menjadi bulan-bulanan cacian aktivis antirasialis.
Suarez setengah mati meyakinkan bahwa dia tak bermaksud bersikap rasis kepada Evra meski mengakui mengucapkan kata "negro". Begitu pula dengan Terry. "Saya tak pernah berniat melakukan tindakan rasis kepada siapa pun. Hitunglah jumlah teman saya. Mereka dari berbagai ras. Sebagian adalah teman dekat saya," ujar palang pintu yang juga kapten tim nasional Inggris ini.
Hukuman FA kepada Suarez termasuk salah satu yang terberat dalam sejarah sepak bola Inggris. Hukuman yang bakal diterima Terry lebih berat lagi. Selain mendapat sanksi yang pasti dijatuhkan FA, Terry harus maju ke meja hijau. Sidang pertamanya bakal berlangsung pada 1 Februari di pengadilan London.
Inilah untuk pertama kali dalam sejarah Inggris, seorang pemain sepak bola diajukan ke pengadilan umum atas tindakannya saat pertandingan. Lembaga penuntut pemerintah (Prosecution Service, CPS) mendapat bukti berupa footage yang beredar di Internet saat Terry memaki Anton Ferdinand. Kasus Suarez tak berujung ke pengadilan karena tak ada bukti sejenis.
Potongan video tak bersuara itu hanya berdurasi 25 detik. Kesimpulan bahwa Terry mengucapkan kalimat pelecehan ras didapat dengan membaca gerak bibirnya. "Fucking black cunt!" Itulah kesimpulan kalimat yang keluar.
Berulang kali memutar footage di situs YouTube itu, kesimpulan Rio Ferdinand tetap sama. "Saya tak tahu bahwa rasisme masih ada di dunia sepak bola, sampai pekan lalu," katanya, akhir Oktober lalu. "Anda bisa menyimpulkan sendiri apa yang dia (Terry) ucapkan. Sungguh gila, aku benar-benar tak mempercayainya."
Tak tahu bahwa rasisme masih eksis di lapangan sepak bola? Itu mungkin sekadar sikap sinis Rio Ferdinand. Maklum, sang korban, Anton, adalah adiknya. Faktanya, sepak bola Eropa, termasuk Inggris, belum imun dari kekerasan verbal ataupun tindakan yang bersifat rasialis.
Pada September lalu, misalnya, suporter Bulgaria menirukan suara monyet setiap kali penyerang Inggris yang berkulit hitam, Ashley Young, membawa bola. Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) pun mendenda Federasi Sepak Bola Bulgaria 40 ribu euro (sekitar Rp 470 juta).
Pertengahan tahun lalu, kapten Anzhi Makhachkala, Roberto Carlos, dua kali mendapat pelecehan ras dari penonton di Liga Rusia. Salah satunya, pemain asal Brasil itu bahkan terpaksa ditarik keluar dari lapangan karena tak kuat menahan emosi setelah dilempar pisang layaknya kera.
Ketika masih bermain bersama Barcelona, Samuel Eto’o kerap menjadi sasaran tindakan rasis pendukung tim lawan. Bermain di Inter Milan, penyerang asal Kamerun itu mendapat perlakuan sejenis ketika bertanding melawan Cagliari. Sejak pertengahan musim lalu Eto’o menjadi rekan satu klub Carlos.
Yang terbaru, pekan lalu di Liga Spanyol, suporter Espanyol menirukan suara monyet setiap kali bek Barcelona, Daniel Alves, membawa bola. Pada pekan yang sama, bek Oldham, Tom Adeyemi, menangis tersedu-sedu di lapangan ketika seorang pendukung Liverpool—yang mengenakan kaus dan syal Suarez—meneriakinya "fucking black bastard". Melihat pemain 20 tahun itu emosional, sebagian penonton di sisi timur Stadion Anfield, The Kop Stand, malah bernyanyi menyanjung Suarez. Polisi memeriksa pemuda 20 tahun asal Aintree atas insiden itu. Liverpool berjanji menerapkan larangan masuk stadion seumur hidup jika dia terbukti bersalah.
Masih maraknya kekerasan rasial di lapangan hijau membuat para pegiat gerakan antirasisme bergembira menyambut keputusan CPS memejahijaukan Terry. "Ini poin penting dalam sejarah kampanye melawan rasisme sepak bola," kata Herman Ouseley, Ketua Kick It Out, sebuah gerakan memerangi rasisme di sepak bola. "Biasanya kasus semacam ini menjadi kasus kriminal hanya bila pelakunya penonton atau bukan pemain sepak bola."
Tentu saja banyak juga yang mendukung Terry. Pihak Chelsea—pemain, pengurus, pelatih, dan suporter—berdiri di belakangnya. Di markas klub Belgia, Racing Genk, dalam Liga Champions, suporter Chelsea bernyanyi, "Anton, memangnya kamu itu siapa…?"
Dukungan yang lebih logis datang dari dua mantan bintang berkulit hitam: Paul Ince, kapten tim nasional Inggris berkulit hitam pertama, dan John Barnes, gelandang pada awal 1990-an. "Bila Anda mengucapkan sesuatu dalam situasi panas, bukan berarti Anda seorang rasis," kata Ince, yang kerap dilecehkan warna kulitnya saat memperkuat Inter Milan di Liga Italia.
Konteks kejadian. Itulah yang hendak disampaikan Ince. Barnes sepakat. "Dia mungkin saja mengatakan sesuatu, tapi saya tak yakin bila komentar itu benar-benar membuktikan dia seorang rasis," kata pemain yang pernah dilempar kulit pisang oleh pendukung Leeds United saat membela Liverpool itu. Sedangkan untuk kasus Suarez, Barnes mengatakan, "Tak seharusnya dia dihukum delapan pertandingan karena kita tak benar-benar mengetahui apa percakapan mereka."
Insiden Suarez-Evra terjadi sepekan sebelum Terry-Anton. Evra menguasai lima bahasa, termasuk Spanyol. Adapun Suarez belum lancar berbahasa Inggris. Menurut pengakuan Evra, Suarez menyebutkan kata "negro" tujuh kali. Salah satu yang membuat ia geram adalah ketika Evra bertanya mengapa Suarez menendang kakinya. Suarez menjawab, "Karena kamu negro!"
Versi Suarez, "negro" di negaranya tidak berkonotasi negatif. Pemain Uruguay ini mengaku ia sendiri seorang mulato, berdarah campuran kulit hitam dan putih. "Saya mengerti tentang perbedaan budaya," kata Gordon Taylor, Ketua Persatuan Pemain Sepak Bola Profesional. "Tapi, bila Anda datang ke negeri ini, semua pemain harus patuh, bukan sekadar kepada aturan sepak bola, tapi semua aturan."
Hukuman telah diterima Suarez pada akhir Desember. Terry masih menunggu vonis. Tapi stigma telah melekat di dahi mereka. Terry bisa jadi kehilangan tempat di tim nasional karena Rio Ferdinand, tandem sejatinya di kesebelasan The Three Lions, berjanji tak mau bercakap-cakap lagi dengannya.
Andy Marhaendra (AP, The Telegraph, Timesonline)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo