Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Lumayan, 8 Besar Di Dunia

Pada kejuaraan bowling dunia di Jakarta, Paeng Nepo Muceno dari Filipina menjadi juara, ny. jean gordon dari kanada menjuarai nomor wanita, sedang indonesia gagal mencapai semifinal.

8 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JALUR 12 di Bowling Centre Kartika Chandra, Jakarta, bukan lane sial bagi Paeng Nepomuceno. Pelatihnya langsung bersimpuh mencium jalur keberuntungan ini setelah peserta Filipina itu mengalahkan Alfonso Rodriguez dari Meksiko. Paeng tidak turut sujud di situ karena ia sibuk melayani ciuman ayah, ibunya dan gadis-gadis penonton, juga pipi peserta wanita lainnya. "Tanpa dibayangi fortuna, Paeng mungkin tidak menang," kata Conny Conrad, pelatih asal Austria yang sudah dua tahun menemani Paeng. "Tapi dia memang sudah cukup mempersiapkan diri." Sejak umur 13 tahun, dia sudah bermain bowling bersama ayahnya di klub Celebrity, Manila. Tahun 1976, Paeng membuat sejarah: pria termuda yang pernah menjadi juara dunia bowling di Teheran (Iran). Dalam usia 23 tahun, orang berbadan tinggi itu pekan lalu menjadi juara dunia lagi. Kemenangannya pada tahun 1976 telah membawa kegembiraan bagi masyarakat Filipina yang menghadiahkannya sebuah mobil dan beasiswa empat tahun. Belum diketahui hadiah apa lagi menanti untuknya. Unsur keberuntungan dalam bowling ini terbukti juga pada diri Ny. Jean Gordon (29 tahun) dari Kanada. Menjuarai nomor wanita, dia baru sekali ini mengikuti turnamen internasional di luar Kanada, walaupun sudah bermain bowling sejak usia 8 tahun di klub Brent Wood, Vancouver. "Saya berlatih paling banter tiga game seminggu, sekedar rekreasi. Baru menjelang turnamen ini saya berlatih duapuluh game seminggu, dan itu tidak banyak," kata Jean yang baru menikah tahun lalu dengan Glenn seorang teknisi bangunan. Rok Mini "Lane di sini terlalu kering dan terlalu melengkung dibandingkan yang di negeri kami," kata Glen Watson (34 tahun), Ketua Persatuan Bowling Kanada. Dia bertanding juga tapi jatuh di babak penyisihan. "Rahasia kemenangan Jean agaknya dari ketenangannya sebagai tenaga laboratorium medis," demikian Watson, seorang teknisi forklift. Menurut Jean, dirinya gugup sekali di babak semi final. "Saya hampir menangis dan ingin merokok di arena pertandingan ," katanya di depan kamar ganti pakaian. "Tiba-tiba saya ingat bahwa saya sudah banyak kali menang dalam turnamen di Kanada. Kenapa tidak di sini juga?" Jean sebetulnya ditunjang oleh simpati penonton di final. Saingannya, Hannelore Hoplitschek dari Jerman Barat, justru menjadi kelabakan karena sejumlah pria Jerman yang semula berteriak Hop, Hop, Hop, Hobby Strike, kemudian menyuarakan Hop, Hop, Hop, Hobby Sex. Hannelore--selalu mengenakan baju kaus putih ketat dan rok hitam yang sangat mini itu --berkata "Supporter itu sinting." Ketua PBI (Persatuan Bowling Indonesia) sangat menyayangkan Am Ismail dan Indra Gondokusumo, pasangan yang mewakili Indonesia dalam kejuaraan ini, gagal mencapai semi final. "Bertanding di kandang sendiri, semustinya kita memperoleh keuntungan lebih ting gi," kata Sutopo Jananto, sang ketua. Am, istri seorang pegawai pajak, Ismail Manaf, menjawab, "Mana tahan. Mental saya payah." Lolos ke 8 Besar, ibu dari empat orang anak itu tidak bisa tidur pada malam sebelum bertanding menuju semi final. Pengalaman tiga tahun bermain bowling, satu tahun khusus di Kartika Chandra sejak bowling centre ini dibuka tahun lalu, dia cukup menguasai lane. Banyak lemparannya yang berhasil, strike. Justru pada game terakhir dia kehilangan touch sehingga cuma mencapai urutan ke-5 dari 27 peserta wanita. Sedang Indra menduduki urutan ke-8 dari 35 peserta pria. Ketua Jananto tidak terlalu berkecil hati. Sejak menjadi anggota FIQ (Federasi Bowling Internasional) tahun 1972, baru sekali ini PBI menghasilkan bowler Indonesia yang masuk 8 Besar Dunia. Presiden FIQ, Frank K. Baker memuji penyelenggaraan turnamen ini. "Tidak ada keluhan dari peserta. Jadwal pertandingan pun selalu tepat pada waktunya," katanya. Turnamen Jakarta ini dibuka (25 Oktober) oleh Ibu Tien Suharto dan ditutup oleh Ibu Nelly Adam Malik (l November). Biayanya sebesar Rp 40 juta diperoleh dari "aksi malam dana" tanpa mengharapkan hasil penjualan tiket. Tiketnya sengaja dijual mahal (Rp 5.000 - Rp 10.000 sekali masuk) untuk membatasi penonton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus