TINJU amatir masih bisa berprestasi, meski di Kathmandu, Nepal. Pekan lalu, lima petinju yunior berhasil merebut 5 medali emas dalam kejuaraan Yunior Asia V yang diikuti oleh 8 negara. Tapi keberhasilan mereka belum begitu meyakinkan, karena beberapa negara yang tergolong kuat dalam olah raga ini tidak hadir. Seperti, Korea, Muangthai, dan Filipina. Di samping itu, jumlah peserta yang sedikit menyebabkan petinju hanya bertanding satu kali, langsung masuk final. Bahkan ada petinju yang langsung ke final, seperti, Ricky Atansio Soares, di kelas menengah ringan. Toh prestasi yang bisa membangkitkan kembali tinju amatir Indonesia seperti awal tahun 70-an, disambut gembira oleh Saleh Basarah, 58, ketua umum Persatuan Tinju Amatir Indonesia (Pertina). "Saya merasa puas dengan prestasi yang telah mereka capai," ujar Saleh Basarah, yang telah memegang Pertina sejak 1967. Berikut, wawancara wartawan TEMPO, Ahmed Soeriawidjaja, dengan Saleh Basarah, di kediamannya Jalan Subang 10, Jakarta Pusat. Bagaimana pendapat Anda mengenai pembinaan tinju amatir sekarang ini? Secara kuantitas sudah ada kemajuan, sehingga lebih memungkinkan untuk mengadakan seleksi. Berdasarkan perhitungan kasar, paling tidak, sekarang ini Pertina memiliki 940 petinju. Yang terbanyak terdapat di daerah DKI Jaya, JawaTimur, Maluku, Irian Jaya, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, dan Bali. Pada awal 1970an, daerah yang merajai ring hanya daerah tertentu saja, seperti DKI Jaya, Sum-Ut, Maluku, Irian Jaya, dan Jawa Timur. Sekarang, dilihat dari hasil PON XI lalu, pembagian medali sudah merata. Apa saja hambatan dalam melakukan pembinaan? Masalah sarana bagi pembinaan tinju amatir di daerah-daerah. Fasilitas tinju yang mereka miliki masih minim sekali, dan tidak memenuhi persyaratan. Tidak ada standar Gymnasium yang lengkap dengan ring, punching ball, cermin, dan lain-lain. Di daerah paling-paling mereka berlatih di garasi, atau halaman rumah. Pokoknya, sederhana sekali. Bagaimana dengan dana? Sebetulnya, saya iri dengan cabang olah raga lain, seperti bulu tangkis, atletik, atau sepak bola. Tinju, selama ini belum pernah mendapat uluran bantuan lebih dari Rp 50 juta. Sampai saat ini, Pertina belum pernah mendapatkan sponsor, kecuali dari Jarum. Itu pun terbatas waktu ada kejuaraan saja, misalnya President Cup. Sedangkan pihak KONI hanya memberikan bantuan sebesar Rp 150 ribu per bulan. Saya menginginkan di Pertina ada orang kuat, seperti Bob Hasan, yang mempunyai banyak uang. Juga seorang investor tinju pro, yang berani mengeluarkan uang Rp 300 juta untuk satu pertandingan. Uang sebesar itu, di Pertina bisa untuk pembinaan selama satu tahun. Idealnya, dana yang diperlukan Pertina adalah Rp 1 milyar per tahun. Lalu, apa program Pertina untuk meningkatkan prestasi? Di samping latihan, petinju juga harus melakukan pertandingan-pertandingan. Untuk itu Pertina sudah punya jadwal pasti. Setiap bulan Juli, diselenggarakan kejuaraan nasional yunior. September-Oktober untuk senior. Sedangkan Desember, Kejuaraan Sarung Tinju Emas, dan bulan Februari, kejuaraan internasional Piala Presiden. Tahun depan, Pertina akan mengirimkan petinjupetinjunya untuk mengikuti 10 turnamen tinju di luar negeri, antara lain, King's Cup di Bangkok, Golden Belt di Rumania. Rudy Novrianto