Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pileg

Profil PDIP, 23 Tahun Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP

PDIP merupakan satu dari tiga partai yang masih eksis sejak Orde Baru. Sejak 2000, Megawati dikukuhkan sebagai Ketua Umum PDIP selama 23 tahun.

6 Juni 2023 | 18.51 WIB

Ketua umum PDIP, Megawati Soekarnoputri memberikan pidato penutupan Kongres V PDIP di Sanur, Denpasar, Bali, 10 Agustus 2019. Megawati Soekarnoputri mengakui dirinya sudah memiliki daftar orang-orang yang akan diusulkan menjadi menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf mendatang. TEMPO/Johannes P. Christo
Perbesar
Ketua umum PDIP, Megawati Soekarnoputri memberikan pidato penutupan Kongres V PDIP di Sanur, Denpasar, Bali, 10 Agustus 2019. Megawati Soekarnoputri mengakui dirinya sudah memiliki daftar orang-orang yang akan diusulkan menjadi menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf mendatang. TEMPO/Johannes P. Christo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum atau KPU menyatakan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu 2024, dengan nomor urutan 3. Partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri ini merupakan salah satu partai politik tertua di Indonesia. Bahkan cikal bakalnya telah dirintis pada 4 Juli 1927.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Lantas bagaimana sejarah berdirinya PDIP dan perjalanannya dalam perpolitikan Indonesia?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PDIP dulunya hanya bernama PDI tanpa embel-embel “Perjuangan”. Dibentuk dari gabungan sejumlah partai. Salah satunya Partai Nasional Indonesia atau PNI yang merupakan parpol besutan Presiden Pertama RI Sukarno pada 1927. Partai lainnya yaitu Partai Musyawarah Rakyat Banyak, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, Partai Kristen Indonesia, dan Partai Katolik.

Penggabungan partai ini dilatarbelakangi ketika Orde Baru menginginkan adanya penyederhanaan parpol jelang pemilu 1977. Semula terdapat sembilan partai. Termasuk Partai Nahdhatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia, dan Partai Islam Perti. Presiden Soeharto berpendapat terlalu banyak parpol hanya menghasilkan debat tanpa hasil. Karenanya, hanya diizinkan ada tiga partai.

Dari sembilan partai, hanya Golkar yang tak melakukan fusi. Sementara delapan partai lainnya terbagi menjadi dua partai, Partai Demokrasi Indonesia dan Partai Persatuan Pembangunan atau PPP. PDI beranggotakan partai-partai nasionalis serta Kristen dan Katolik. Sedangkan PPP terdiri dari partai berbasis Islam.

Secara historis, PDI didirikan pada 10 Januari 1973. Namun sejak berdirinya, PDI terus mengalami gejolak di internalnya. Gonjang-ganjing itu bahkan telah terjadi pada pertemuan pertama dalam Musyawarah Nasional atau Munas di Jakarta pada 20-24 September 1963. Tak ada hasil signifikan yang dicapai pada Munas ini. Bahkan, keinginan untuk menggelar Kongres PDI yang pertama tak kunjung terlaksana dan terus tertunda akibat konflik internal yang tak kunjung usai itu.

Akhirnya, Kongres PDI bisa digelar pada 12-13 April 1976. Pemerintah Orde Baru getol mencampuri urusan internal partai-partai. Sama seperti terhadap PPP di mana pemerintah sangat risi dengan lambang Ka’bah yang Partai Hijau itu gunakan. Terhadap PDI, intervensi pemerintah juga tak kalah kuat. Bahkan pemerintah memplot Sanusi Hardjadinata yang kemudian dipilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum DPP PDI.

Campur tangan pemerintah juga semakin kental pada Kongres II pada 13-17 Januari 1981 di Jakarta. Bahkan Soeharto yang bukan bagian dari partai hadir membuka Kongres tersebut. Kemelut internal partai kian menjadi, terutama karena campur tangan pemerintah itu. Puncaknya pada 1993, PDI akhirnya terpecah menjadi dua kubu saat kongres di Medan, Sumatera Utara.

Dua kubu yaitu kelompok Budi Hardjono yang disokong rezim Soeharto dan kelompok pendukung Soerjadi dan Nico Daryanto dari internal partai. Perpecahan terjadi lantaran dalam kongres tersebut, dua nama terakhir terpilih sebagai Ketua Umum DPP PDI. Kelompok Budi Hardjono yang tak terima berusaha menduduki arena kongres.

Untuk menyelesaikan pertikaian, digelarlah Kongres Luar Biasa PDI di Surabaya pada Desember 1993. Secara mengejutkan, Megawati terpilih menjadi ketua umum. Popularitas putri pasangan Soekarno-Fatmawati ini menciutkan nyali Presiden Soeharto ketika itu. Kendati demikian, pemerintah tak juga surut merecoki urusan internal partai yang identik dengan warna merah ini.

Pada Mei 1996, dalam Kongres IV PDI di Medan, Megawati dijegal. Kali ini, rezim memainkan Soerjadi sebagai pionnya. Soerjadi pun terpilih menjadi ketua umum pada Kongres PDIP di Medan itu. Kemudian pada 27 Juli 1996, para pendukung Soerjadi menyerang Kantor PDI yang dipenuhi pendukung Megawati. Peristiwa itu dikenang dengan nama Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau Kudatuli.

Setelah peristiwa tersebut, PDI di bawah pimpinan Soerjadi hanya memperoleh 11 kursi DPR pada Pemilu Legislatif 1997. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, PDI di bawah pimpinan Megawati Sukarnoputri semakin kuat. Dia kemudian ditetapkan sebagai ketum DPP PDI periode 1998-2003 pada Kongres ke-V di Denpasar, Bali. Megawati juga mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada 1 Februari 1999. Tujuannya agar dapat mengikuti pemilu.

Sejak dideklarasikan pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan, Jakarta nama itu yang digunakan hingga saat ini. Sejauh ini PDIP telah melakukan lima kali Kongres. Kongres I PDIP digelar pada 27 Maret-1 April 2000 di Hotel Patra Jasa, Semarang, Jawa Tengah. Menghasilkan keputusan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketum DPP PDIP periode 2000-2005.

Kongres IV PDIP digelar di Bali pada 8-12 April 2015, Megawati kembali dikukuhkan sebagai Ketum periode 2015-2020. Lalu Kongres V PDIP di Bali dengan keputusan serupa, Megawati jadi Ketum hingga 2024. Ibunda Puan Maharani itu menjadi Ketum Partai dengan jabatan terlama sejauh ini.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus