Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

5 Pilkada di Jatim Lawan Kotak Kosong, Pengamat Politik Unair Bilang Erosi Demokrasi

Lima daerah yang akan melawan kotak kosong adalah Kota Surabaya, Kota Pasuruan, Gresik, Trenggalek, dan Ngawi.

6 September 2024 | 06.48 WIB

Ilustrasi kotak kosong. Shutterstock
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ilustrasi kotak kosong. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Surabaya - Lima pasangan calon kepada daerah di Jawa Timur bakal melawan kotak kosong dalam Pilkada 2024. Pengamat politik Universitas Airlangga, Siti Aminah, menilai bahwa kondisi ini merupakan erosi atau terkikisnya praktik demokrasi lokal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Jadi kalau terjadi kotak kosong artinya erosi dalam praktek demokrasi lokal,” ujar dosen ilmu politik Unair itu kepada Tempo, Kamis, 5 September 2024. Dia menyarankan agar masyarakat memilih kotak kosong jika menginginkan kemenangan demokrasi lokal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai informasi, lima daerah yang akan melawan kotak kosong adalah Kota Surabaya, Kota Pasuruan, Gresik, Trenggalek, dan Ngawi. Kelimanya memiliki calon inkumben.

Menurut Aminah, Pilkada harusnya diikuti oleh lebih dari satu pasangan calon. Jika pasangan calon tunggal, maka tidak bisa disebut pemilihan.

Dia melanjutkan, kondisi seperti ini terjadi bukan karena pasangan calon tunggal yang memperoleh rekomendasi partai politik secara borongan. Melainkan masalah pada parpol yang tidak mengajukan calon. Padahal, keputusan Mahkamah Konsititusi (MK) telah mengakomodasi parpol dengan jumlah kursi parlemen yang sedikit.

Menurut Aminah, Pilkada dengan pasangan calon tunggal tidak layak disebut demokrasi. Sebab, demokrasi butuh proses yang kompleks dan berkesinambungan. Seperti keterlibatan masyarakat dalam menentukan pasangan calon pada Pilkada. 

Karenanya, parpol harusnya memahami soal politik lokal di daerah. Selanjutnya, rakyat daerah melalui aspirasi parpol bisa menentukan wajah pemerintah dan pemerintahannya. Namun, kondisi saat ini dengan pasangan calon tunggal menunjukkan sebaliknya. Masyarakat dipaksa untuk menerima pilihan parpol.

“Yang terjadi saat ini masyarakat tidak bebas memilih pemimpin dan memengaruhi pemerintahan lokal, melainkan demokrasi yang didikte oleh partai politik,” ucap Aminah.

Aminah pun menyarankan agar masyarakat dengan daerah yang memiliki pasangan calon tunggal bisa memilih kotak kosong. Pilihan ini bisa jadi pilihan agar demokrasi lokal tetap hidup.

“Jadi, apabila kota kosong memenangi Pilkada, maka demokrasi lokal sudah matang. Daerah yang menang kotak kosong juga berarti memiliki literasi politik yang baik,” papar Aminah.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus