Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pendidikan DPR menyarankan pemerintah dan kampus untuk mengawasi ketat penyaluran bantuan Kartu Indonesia Pintar atau KIP Kuliah agar tepat sasaran. Hal ini menyusul sejumlah penerima KIP Kuliah yang dinilai sudah mampu dan tidak layak lagi menerima bantuan pendidikan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Wakil Ketua Komisi Pendidikan DPR Dede Yusuf Macan Effendi mengimbau pemerintah dan pihak universitas perlu melakukan peninjauan tahunan. "Ketika sudah mampu, seharusnya mereka tidak lagi menerima KIP Kuliah dan kampus serta Kemendikbudristek adalah yang tahu kondisi ini melalui peninjauan tahunan. Peninjauan penerima KIP tidak hanya harus berdasarkan prestasi akademik seperti nilai IPK saja, tetapi juga kondisi ekonomi mahasiswa tersebut," kata Dede Yusuf dalam keterangannya, Selasa, 7 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dengan peninjauan itu, Dede Yusuf meyakini program KIP Kuliah dapat benar-benar diterima oleh mahasiswa dari keluarga miskin atau rentan miskin yang berhak menerimanya. "Sehingga mereka dapat memperolah akses pendidikan di bangku kuliah," ujarnya.
Sejumlah penerima KIP Kuliah sebelumnya ramai dibicarakan karena sudah dinilai tak layak menerima. Mereka diantaranya berasal dari Universitas Diponegoro atau Undip. Hal itu mulanya terungkap dari unggahan akun X @undipmenfes. Dalam akun itu, diungkap salah satu penerima yang menampilkan gaya hidup mewah meski merupakan penerima KIP Kuliah.
Belakangan, penerima KIP Kuliah bernama CMJ itu mengundurkan diri. Dalam unggahan di akun Instagram-nya, ia menjelaskan telah mengajukan pengunduran diri karena saat ini ia telah memiliki penghasilan yang cukup untuk biaya kuliah dan kehidupan sehari-harinya.
Sementara itu, Anggota Komisi Pendidikan Andreas Hugo Pareira menyarankan pemerintah untuk memperbaiki sistem distribusi KIP Kuliah agar merata, baik di perguruan tinggi swasta, perguruan tinggi di luar jawa, maupun perguruan tinggi yang berakreditasi B serta C.
“Saya kira KIP Kuliah perlu diperbanyak dan penyebarannya harus lebih merata, terutama untuk perguruan tinggi swasta dan juga perguruan tinggi yang berakreditasi B dan C, karena rata-rata mereka ini kesulitan dalam pembiayaan pendidikan,” kata Andreas.
Selain itu, Andreas menilai perlu pembenahan proses seleksi dan rekrutmen penerima KIP Kuliah guna memastikan bantuan menyasar pihak yang benar-benar membutuhkan. “Saya kira itu perlu menjadi perhatian ke depan sehingga jangan sampai biaya pendidikan yang sudah mahal dengan bantuan KIP Kuliah ini justru tidak mencapai tujuan,” kata dia.
Dengan pembenahan itu, Andreas berharap pembenahan distribusi KIP Kuliah dapat mencegah penyalahgunaan bantuan sosial tersebut, sekaligus memastikan dukungan finansial dari pemerintah benar-benar dapat membantu mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan tinggi.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy sebelumnya menegaskan bantuan KIP Kuliah hanya diperuntukkan bagi anak yang berasal dari golongan yang tidak mampu. KIP Kuliah merupakan program terusan dari KIP tingkat sekolah yang diperuntukkan untuk anak dari keluarga kurang mampu, yang rinciannya dapat dicek melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik). "Di situ sudah jelas yang menerima itu adalah mereka yang tidak mampu dan mereka yang yatim piatu yang diutamakan," katanya.