Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Difabel

Anggota DPR Taufik Basari: Disabilitas Mental Bukan Masalah Sosial

Sekitar 12 ribu penyandang disabilitas mental menjadi penghuni tetap panti sosial. Padahal mereka perlu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

12 Desember 2020 | 10.00 WIB

Ilustrasi difabel. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi difabel. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III DPR, Taufik Basari mengatakan perspektif penanganan isu disabilitas mental tidak boleh dilihat dari sudut permasalahan sosial. Dia menyampaikan pendapat tersebut karena banyak laporan penanganan penyandang disabilitas mental di panti sosial yang melanggar hak asasi manusia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Jangan melihat penanganan disabilitas mental sebagai masalah sosial, tapi harus dilihat perspektifnya sebagai tugas negara dalam memberikan perlindungan, pemenuhan, dan pemajuan hak asasi manusia," kata Taufik Basari dalam diskusi Kekerasan terhadap Perempuan Penghuni Panti bersama Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jumat 11 Desember 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Taufik Basari menjelaskan, dalam resolusi PBB Nomor 46 Tahun 1991 terdapat 25 acuan penegakkan HAM yang salah satunya menyertakan ketentuan pelayanan kepada penyandang disabilitas. Pelayanan tersebut meliputi pelayanan terhadap difabel mental mengenai kesehatan, pendampingan baik di dalam ingkungan keluarga maupun masyarakat, dan sebagainya. Misalkan terkait kehidupan dalam masyarakat, pemberian layanan yang harus berbeda pada masing-masing difabel, sesuai kebutuhan perorangan, seperti pengobatan, juga persetujuan dalam tindakan medis bagi penyandang disabilitas mental.

Data Perhimpunan Jiwa Sehat menunjukkan sekitar 12 ribu penyandang disabilitas mental menjadi penghuni tetap panti sosial. Padahal menurut perspektif penegakan HAM, para penghuni panti tidak boleh menetap selamanya di dalam panti.

"Stigma di masyarakat selama ini bahwa kondisi kambuhan penyandang disabilitas psikososial tidak dapat disembuhkan, jadi mereka diserahkan ke panti sosial," kata anggota Komisi Nasional Perempuan, Bahrul Fuad. Padahal, mereka ada di panti untuk direhabilitasi supaya dapat kembali ke masyarakat.

Pemantauan Perhimpunan Jiwa Sehat terhadap beberapa panti sosial mendapati difabel mental yang menghuni panti sosial terampas kebebasannya. "Mereka tidak boleh keluar sama sekali dari panti untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Ini namanya perampasan kebebasan atau Deprivation of Liberty," kata Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat, Yeni Rosa Damayanti.

Untuk mengatasi permasalahan difabel mental penghuni panti sosial, Direktur Instrumen Penegakan HAM, Kementerian Hukum dan HAM, Timbul Sinaga mulai membentuk kepompokk kerja lintas sektor. Meski begitu, upaya tersebut belum cukup karena belum ada pemetaan masalah secara lebih detail. "Kalau ini harus ada best practice dengan mencari kasus pembanding dulu, misalkan studi kasus penanganan isu disabilitas mental antarnegara," kata Timbul.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus