Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Epidemolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) perlu diterapkan secara nasional. PSBB dengan tingkat baru kedaerahan seperti saat ini dinilainya, tidak terlalu efektif menahan perluasan penularan Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kita harus serentak (untuk melaksanakan PSBB). Kalau masih ada kantong virus, Indonesia tak akan pernah aman," ujar Pandu saat dihubungi Tempo, Selasa, 21 April 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pandu mengatakan untuk saat ini, penerapan PSBB secara kedaerahan belum dapat diukur secara jelas. Sebenarnya, ada beberapa indikator yang bisa dijadikan patokan keberhasilan PSBB. Indikator itu adalah apakah masih ada kerumunan, kemacetan, warga yang tak menggunakan masker, warga yang tak mencuci tangan, warga yang tak cek suhu tubuh, hingga ketersediaan fasilitas cuci tangan.
Namun Pandu menilai dari semua indikator ini, pemerintah tak memiliki data pasti yang digunakan. "Berapa persen yang enggak pakai masker, di mana, kenapa, yang dagang diatur, disedaikan tempat cuci tangan. Semua kegiatan harus ada indikatornya." Tak ada manajemen yang baik dalam pelaksanaan PSBB di tiap daerah.
Apalagi, pemerintah sejak awal memang nampak kebingungan dan tak jelas saat menetapkan aturan PSBB ini. Aturan yang ada justru hanya membuat alur birokrasi menjadi panjang. Salah satunya tercermin dari kewajiban pemerintah daerah mengajukan proposal untuk penerapan PSBB ke Kementerian Kesehatan.
Pemerintah juga membuat birokrasi dengan persyaratan yang tak masuk akal sampai harus ada jumlah kasus sehingga banyak yang ditolak. PSBB DKI Jakarta yang sudah harus dilaksanakan sempat ditolak. “Itu kan sutau hal yang tak sesuai dengan kedaruratan," kata Pandu.