Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang penyandang disabilitas daksa, Asim berjuang sendiri untuk menyelamatkan diri saat gempa Lombok di Nusa Tenggara Barat, terjadi pada Minggu, 5 Agustus 2018. Saat itu, dia berada di dalam rumah bersama kakak dan menantunya. "Waktu gempa mereka langsung lari menyelamatkan diri, saya tertinggal," kata lelaki 47 tahun itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca juga:
Gempa Lombok, Simak Prosedur Evakuasi Bagi Penyandang Disabilitas
Alasan Anak Korban Gempa Lombok Tak Boleh Disumbang Susu Formula
Sambil melangkah tertatih menggunakan tongkat, Asim akhirnya sampai di tepi jalan raya menyusul kakak dan menantunya, serta berkumpul bersama penduduk lainnya. Asim sadar pentingnya penyandang disabilitas untuk belajar menyelamatkan diri saat darurat, di mana semua orang memikirkan keselamatan masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Tak terpikir menyelamatkan yang lain, kecuali diri sendiri," ujar Asim yang juga Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Nusa Tenggara Barat. Gempa yang terjadi dua kali dan berdekatan saat itu membuat semua orang panik. Kini, rumahnya rata dengan tanah.
Fasilitator Pembangunan Kapasitas Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD Unit Layanan Inklusi Disabilitas Jawa Tengah, Indah Susilawati menyatakan evakuasi diri sendiri adalah keterampilan yang harus dimiliki setiap penyandang disabilitas, terutama yang tinggal di daerah rawan bencana.
Seorang pria melihat rumahnya yang hancur akibat gempa bumi di Lombok Utara, 9 Agustus 2018. Gempa Lombok, yang diikuti gempa susulan yang terjadi berkali-kali, membuat rumah warga rusak ringan hingga berat. AP
"Self protect itu penting. Karena saat kejadian, semua orang akan berubah menjadi egois, termasuk keluarga. Ini manusiawi," kata Indah yang juga seorang tunanetra low vision. "Penyandang disabilitas tidak bisa mengandalkan orang lain, bahkan keluarga."
Teorinya, Indah melanjutkan, ada dua cara evakuasi diri saat gempa. Bagi penyandang disabilitas yang tidak memiliki keterhambatan mobilitas, dapat melarikan diri ke arah tempat terbuka. Namun bagi penyandang disabilitas yang memiliki keterbatasan mobilitas dapat melakukan tiga prinsip DCH berikut ini:
1. Drop
Drop adalah tindakan menelungkup atau berguling di tanah terbuka saat gempa terjadi. Tindakan ini dilakukan bagi penyandang disabilitas yang tidak dapat berlari atau berjalan cepat ke tempat evakuasi.
2. Cover
Tindakan melindungi diri di bagian tubuh atas, terutama kepala, dada dan punggung dari benda benda yang dapat meredam tumbukan. Misalnya berlindung di bawah tempat tidur, meja, atau saat melakukan penyelamatan ke jalan raya sambil menutupi kepala dengan bantal.
Tindakan ini juga dapat dipersiapkan keluarga penyandang disabilitas untuk berjaga-jaga. Berikan sedikit ruang di pinggir kiri dan kanan tempat tidur agar penyandang disabilitas yang mengalami keterbatasan mobilitas dapat bermanuver ke bawah tempat tidur.
3. Hold
Tindakan menyelamatkan diri dengan cara berpegangan dengan tiang atau pohon yang memiliki fondasi kuat. Menurut Indah, sebaiknya tidak berpegangan pada pintu atau teralis jendela yang memiliki kaca, karena rawan pecah dan menimpa tubuh orang yang berpegangan.