Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Difabel

Fasilitas Guru Disabilitas yang Mengajar di Daerah 3T Masih Minim

Pemerintah mesti memberikan akomodasi yang layak bagi guru dengan disabilitas yang ditugaskan di daerah 3T, yang minim fasilitas.

6 Mei 2025 | 03.31 WIB

Guru membimbing murid tunanetra membuat kerajinan keset di SLB ABCD, Bandung, Kamis, 9 September 2021. SLB di wilayah PPKM level 3 sudah boleh menggelar pembelajaran tatap muka terbatas dengan maksimal peserta didik 5 orang per kelas. TEMPO/Prima Mulia
Perbesar
Guru membimbing murid tunanetra membuat kerajinan keset di SLB ABCD, Bandung, Kamis, 9 September 2021. SLB di wilayah PPKM level 3 sudah boleh menggelar pembelajaran tatap muka terbatas dengan maksimal peserta didik 5 orang per kelas. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Guru penyandang disabilitas meminta pemerintah mendata ulang keberadaan mereka. Selain itu, mereka juga berharap pemerintah bisa menyediakan akomodasi yang layak bagi guru penyandang disabilitas yang ditugaskan di daerah tertinggal, terpencil, dan terluar (3T).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretaris Pengurus Pusat Ikatan Guru Tunanetra Indonesia Ahmad Syarif Sulaeman mengatakan banyak guru dengan disabilitas ditugaskan di daerah 3T yang tidak terakses bagi mereka. Sehingga pemerintah perlu mendata ulang untuk penempatan guru penyandang disabilitas.

"Padahal saat pendidikan profesi guru, di formulir peserta ada kolom pertanyaan menyandang disabilitas atau nggak, tapi hingga saat ini baik di Kemendikdasmen maupun Kemenag tidak ada data tentang guru yang menyandang disabilitas atau tidak," kata Ahmad pada Senin, 5 Mei 2025.

Tidak adanya data tersebut, kata dia, membuat banyak guru penyandang disabilitas ditugaskan di daerah 3T, yang belum ramah bagi mereka. Di samping itu, kata dia, pemerintah juga belum mempertimbangkan tunjangan bagi guru penyandang disabilitas sesuai dengan penempatannya.

"Kalau untuk di kampung jumlah Rp 2 juta tentu cukup banget, dan ada yang lebih malahan," ujarnya. "Tapi kalau untuk di kota besar, jumlah segitu bisa buat apa?"

Ia berharap pemerintah bisa membedakan tunjangan bagi guru disabilitas dan nondisabilitas. Guru penyandang disabilitas yang ditempatkan di 3T, menurut dia, memerlukan akomodasi yang jumlahnya lebih besar dibandingkan guru nondisabilitas di daerah yang sama. Sebabnya, guru dengan disabilitas, kata dia, mesti mengeluarkan uang lebih banyak untuk mobilisasi mereka di daerah dengan kategori 3T.

"Apalagi sekolah juga masih menggunakan sistem manual yang membuat kami (guru dengan disabilitas netra) mempekerjakan orang agar dapat membantu memeriksa jawaban ujian yang masih ditulis di kertas biasa,"kata Syarif.  

Sebelumnya, Presiden Prabowo mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), di bidang pendidikan hingga 22 persen pada 2025. Salah satu program prioritasnya adalah pemberian bantuan untuk guru honorer. Rencana pemberian bantuan ini termasuk dalam Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) yang baru saja diluncurkan.

Adapun besaran bantuan untuk guru honorer yang diberikan mencapai Rp 300 ribu per bulan. Pemerintah juga akan menyiapkan bantuan untuk guru yang belum lulus sarjana atau S1 sebesar Rp 3 juta per semester.

Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional 2025, Presiden Prabowo juga menyampaikan dirinya akan mengumpulkan ratusan guru terbaik yang  dipusatkan di studio untuk mengajar daring ke seluruh sekolah di Indonesia. Rencana ini ditujukan untuk penyamarataan akses. Rencana ini adalah bagian dari upaya digitalisasi di sekolah.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus