Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dhimas Vito Ardhana dinobatkan sebagai wisudawan termuda program Sarjana dalam wisuda Universitas Gadjah Mada (UGM) periode 22 November 2023. Ia menamatkan pendidikan S1 Kehutanan Fakultas Kehutanan pada usia 20 tahun 4 bulan 13 hari. Padahal, rata-rata usia lulusan program Sarjana adalah 22 tahun 6 bulan 15 hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Tentunya saya sama keluarga bangga, tapi sekaligus saya sendiri enggak menyangka. Waktu masuk perkuliahan, saya enggak jadi yang termuda, ada yang lebih muda dari saya. Selisih 3 sampai 4 bulan kalau gak salah," kata Vito kepada Tempo pada Jumat, 24 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Vito memulai perkuliahan di UGM pada usia 16 tahun. Ia memilih UGM karena termasuk salah satu kampus terbaik di Indonesia.
Pertimbangannya memilih program studi Kehutanan adalah ketertarikan mempelajari perihal hutan dan lingkungan. Besarnya kuota penerimaan mahasiswa baru program studi Kehutanan juga menjadi salah satu pertimbangan bagi Vito.
"Di Kehutanan ini, saya memfokuskan di Manajemen Hutan. Saya belajar tentang pemetaan hutan dan perencanaan kawasan hutan ke depan. Saya juga tertarik dengan teknologi pemetaan hutan seperti penggunaan drone," kata Vito.
Dua kali program akselerasi di bangku sekolah
Sejak masa sekolah, Vito memang mengikuti program akselerasi. Akselerasi adalah program khusus untuk siswa berbakat yang program kegiatan kelasnya dipercepat, khususnya dalam hal waktu dan kurikulum pembelajaran. Lelaki asal Madiun ini mengikuti program akselerasi mulai dari jenjang Madrasah Tsanawiyah (MTsN) dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN).
"Dulu itu, waktu MTs dan MAN masuk program akselerasi MTs selama 2 tahun dan MAN juga 2 tahun. Jadi, total hanya membutuhkan waktu 4 tahun," kata Vito.
Namun, Vito harus memenuhi kualifikasi serta menjalani serangkaian tes agar dapat mengikuti program akselerasi. "Tes masuknya itu menitikberatkan pada yang pertama Intelligence Quotient atau kecerdasan artifisial minimal 130 dan tes Akademik. Baik di MTS maupun di MAN, sama-sama 130. Seingat saya, waktu masuk MAN, (skor) tes saya 133. Ada sertifikatnya di Madiun," kata Vito.
Vito merupakan anak sulung dari dua bersaudara yang tinggal di Magetan. Ayahnya Maryanto memiliki usaha cat otomotif di Madiun. Sedangkan ibunya Evi Listiana seorang pegawai negeri sipil di laboratorium Puskesmas Geger, Madiun. Setiap hari, keduanya pulang-pergi dari Magetan ke Madiun dan sebaliknya.
Sempat sulit berdaptasi di awal kuliah
Sebagai mahasiswa baru dengan usia yang terbilang muda, Vito pun menghadapi berbagai kesulitan. Misalnya dalam hal bersosialisasi dengan teman-teman yang rata-rata berusia lebih tua darinya. Selain itu, ia merasakan kesulitan karena pengetahuan dan pengalamannya lebih sedikit, jika dibandingkan dengan teman-temannya yang lain.
"(Kesulitan) yang paling mencolok adalah soal wawasan, teman-teman saya lebih banyak tahu ini dan itu, lebih banyak makan asam dan garam. Saya berpikir 'kok mereka sudah banyak tahu.' Saya juga sempat berpikir kalau saya ini masih 16 tahun, masih waktunya haha-hihi dengan teman-teman. Tapi, saya harus sudah dihadapkan dengan tugas, praktikum dan laporan yang padat sekali," kata Vito.
Vito tak lantas ingin menyerah. Ia selalu mencoba untuk lebih bersosialisasi dengan teman-teman di kampusnya. Hingga pada akhirnya, ia bisa klop dengan teman-teman. Mereka juga sangat baik, mau membagikan apa yang sudah mereka alami, tapi belum saya alami," katanya.
Namun, di balik kesulitan dan tantangan itu, Vito merasa bersyukur atas kesempatan yang ia dapatkan. "Saya bersyukur bisa merasakan semua pengalaman ini di usia saya yang masih muda. Saya juga berusaha untuk jadi lebih baik lagi," ujarnya.
Selamat perkuliahan 4 tahun, Vito memang lebih fokus pada rutinitas kuliahnya. Ia tak banyak ikut organisasi atau aktivitas lain di luar kegiatan akademik lainnya.
Vito hanya ikut kepanitiaan acara fakultas dan terlibat dalam salah satu divisi di organisasi departemen fakultas. Vito tak menampik bahwa salah satu cara menjalin relasi di kampus adalah dengan mengikuti organisasi. Namun, ia punya jalannya sendiri untuk membangun relasi, yakni dengan duduk nongkrong dan diskusi bersama teman-teman dan seniornya.
"Saya nongkrong dengan teman-teman dan angkatan atas (senior), ngobrol satu dan lain hal. Saya lebih memilih metode itu untuk menjalin relasi," kata Vito.
Rencana pasca-kelulusan
Vito lulus dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3.28 dengan predikat sangat memuaskan. Sejauh ini, ia masih bimbang apakah akan lanjut studi Magister atau bekerja. Namun dalam hatinya, ia ingin melanjutkan pendidikan tinggi lewat beasiswa. Meskipun demikian, ia juga tak melewatkan lowongan pekerjaan yang sekiranya cocok dengannya.
"Target terbesar saya, ingin lanjut S2, ingin ambil beasiswa LPDP. Tapi untuk sekarang, saya masih coba apply pekerjaan di beberapa lowongan," kata Vito.
Pilihan Editor: Wisuda UGM 2023, Ini Daftar Wisudawan Terbaik Hingga Termuda