Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bandung - Pelaksana tugas Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin atau RSHS Bandung Yana Akhmad mengakui adanya kasus perundungan di sana. RSHS Bandung mendapat sanksi dari Kementerian Kesehatan atas kasus perundungan tersebut. “Sanksinya kami mendapat teguran,” kata Yana, Jumat, 18 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kasus perundungan yang terjadi itu bermacam-macam. Mulai dari kekerasan verbal juga masalah keuangan yang terkait dengan berbagai kegiatan di luar proses pendidikan, penelitian, dan pelayanan. “Semua yang melakukan investigasi itu dari Kementerian Kesehatan,” ujar Yana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sesuai instruksi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), RSHS Bandung harus mencegah tindakan perundungan supaya tidak ada lagi kasus serupa. “Bukan tidak ada laporan lagi, kami tetap membuka laporan-laporan ini supaya bisa ditindaklanjuti,” kata dia. Mereka yang terkena perundungan bisa melaporkan ke Kementerian Kesehatan atau ke RSHS Bandung.
Pihaknya juga mengintensifkan sosialisasi tentang perundungan dan bentuk larangannya. RSHS Bandung, menurut Yana, telah membentuk tim, pedoman, dan standar prosedur operasional untuk menangani kasus perundungan. Pada pekan lalu juga telah dilakukan penandatanganan pakta integritas bagi kalangan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), para staf pendidiknya, ketua program studi, sampai seluruh pegawai rumah sakit. “Sepakat untuk tidak ada lagi kasus perundungan,” ujar Yana.
Di PPDS, menurutnya, kasus perundungan terjadi antara junior dan seniornya, dari konsulen kepada residen, atau dari staf rumah sakit ke peserta didik. Namun Yana tidak mengungkap berapa jumlah kasus perundungan di RSHS Bandung. “Kami tidak tahu karena datanya masuk ke Kementerian Kesehatan,” kata dia.
Dari media massa, Yana mengetahui jumlah kasusnya yang dinilai cukup banyak. Walaupun menurutnya belum tentu juga angkanya sebanyak itu. “Dalam artian kalau yang tidak melaporkan juga tidak terdata di situ misalnya,” ujarnya. Para pelaku perundungan menurutnya akan dikenai sanksi dari Kementerian Kesehatan via rumah sakit.
Dia mengatakan pada prinsipnya proses pendidikan kedokteran harus berjalan di RSHS sebagai rumah sakit pendidikan. Para mahasiswa diharapkan menjadi dokter-dokter spesialis pengganti para seniornya. Mereka harus punya profesionalisme, pendidikan yang berkualitas, dan bermartabat. “Proses ini yang harus kami jamin agar kondusif. Perundungan itu kan tidak kondusif antara senior dengan junior,” kata Yana.
Dokter yang junior menurutnya, harus hormat ke dokter senior. Sementara dokter senior harus membimbing dokter junior. Pencegahan perundungan untuk memutus agar tidak tidak berlanjut secara turun temurun. “Kami ingatkan lagi, kami akan melakukan pengawasan lebih intensif lagi,” ujarnya. Sanksi tegas bagi para pelaku perundungan bisa sampai dikeluarkan dari rumah sakit.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan memberi sanksi teguran kepada tiga pimpinan rumah sakit pemerintah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), RS Hasan Sadikin atau RSHS Bandung, dan RS Adam Malik di Medan. Mereka diduga lalai untuk mencegah praktik perundungan terhadap peserta didik kedokteran di rumah sakit. "Mayoritas dari laporan perundungan terkait dengan permintaan biaya di luar kebutuhan pendidikan, pelayanan dan penelitian, serta tugas jaga di luar batas wajar,” kata Inspektur Jenderal Kemenkes Murti Utami dalam keterangan resminya pada 17 Agustus 2023.
Sanksi diberikan berdasarkan hasil penelusuran bukti dari aduan dugaan perundungan peserta didik tenaga kesehatan yang diterima Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan. Total pengaduan 91 kasus yang dihimpun sejak 20 Juli hingga 15 Agustus 2023 pukul 16.00 WIB. Setelah menerima laporan tersebut, pihak Inspektorat kemudian menelusurinya.
Sebanyak 44 laporan yang terjadi di 11 rumah sakit di bawah kementerian telah divalidasi. Sebarannya yaitu 17 laporan di RSUD pada 6 provinsi, 16 laporan dari Fakultas Kedokteran di 8 provinsi, 6 laporan dari rumah sakit universitas, 1 laporan dari RS TNI/Polri, dan 1 laporan dari RS Swasta. Investigasi 12 laporan di tiga rumah sakit telah selesai, 32 pengaduan sedang dalam proses investigasi. Kementerian Kesehatan meminta pimpinan tiga rumah sakit memberikan sanksi kepada pelaku perundungan.