Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga korban tewas saat pemusnahan amunisi TNI di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, membatah anggapan keluarganya tengah memumulung sisa selongsong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kakak saya bekerja di peledak baru kali ini," ujar Farid, 33 tahun, adik kandung korban atas nama Endang Rahmat, saat ditemui di RSUD Pameungpeuk, Garut, Selasa, 13 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Peristiwa pemusnahan amunisi kedaluarsa milik TNI pada Senin, 12 Mei 2025, menelan korban jiwa sebanyak 13 orang. Mereka tewas di lokasi kejadian dengan kondisi tubuh mengenaskan. Mereka terdiri dari empat anggota TNI dan sembilan warga sipil.
Menurut Farid, kakaknya bekerja di area peledakan sejak April lalu selepas perayaan Idul Fitri. Ia bekerja diajak oleh temannya dengan status sebagai buruh harian lepas. "Upahnya tidak tahu berapa, katanya ada yang bilang Rp150 sampai Rp 200 ribu per hari," ujarnya.
Endang terakhir kali menghubungi keluarga sehari sebelum peristiwa nahas menimpanya. Dalam percapan itu, ia hanya menyebutkan tengah bekerja di area peledakan dan menyatakan keadaanya baik. "Kakak saya bekerja serabutan. Alhamdulillah tadi pemerintah akan bertanggung jawab terhadap keluarga," ujar Farid.
Bantahan serupa pun diungkapkan keluarga korban atas nama Yus dan Anwar, warga Kecamatan Pameungpeuk. Mereka tidak rela bila kerabatnya dituduh sebagai pemulung. Unek-unek itu pun disampaikan ke Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi saat mengunjungi RSUD Pameungpeuk.
"Saya minta pertanggungjawaban. Karena bapak saya di sana bukan seperti orang-orang pikirkan. Bapak saya bukan mulung, tapi kerja sama tentara. Saya tahu sejak zaman sekolah. Bapak saya tidak nyelonong melawan TNI," ujar salah satu anak perempuan korban dengan dibarengi isak tangis.
Menanggapi keluhan warganya, Dedi menyatakan bahwa peristiwa itu bisa dianggap sebagai kecelakaan kerja. Karena itu, ia menyatakan akan memberikan santunan kepada setiap keluarga korban sebesar Rp 50 juta.
"Seluruh anak korban yang masih sekolah akan jadi anak asuh saya. Biaya hidup saya tanggung, sampai perguruan tinggi saya yang urus," ujar Dedi. "Alhamdulillah," ucapan ucap keluarga korban mendengar janji Dedi.
Hingga saat ini keluarga masih menunggu jenazah korban di Rumah Sakit Umum Daerah Pameungpeuk. Proses identifikasi masih dilakukan tim medis sebelum diserahkan kepada keluarga.
Pilihan Editor: Setelah Prabowo Murka karena Isu Matahari Kembar