Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Indonesia akan konsisten mendukung hak-hak Palestina. Dia mengatakan penanganan konflik Palestina dan Israel harus dilakukan melalui solusi dua negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Sejak awal Indonesia itu mendukung Palestina. Dan akan konsisten mendukung kepentingan, hak-hak Palestina, apakah itu yang dalam sejarahnya atau apakah yang diputuskan PBB," kata Kalla di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa, 12 Desember 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kalla mengatakan banyak resolusi yang telah dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait isu Palestina dan Israel. Dan solusi untuk menangani konflik yang telah bertahun-tahun ini adalah melalui solusi dua negara. Karena itu, solusi dua negara tersebut semestinya dipercepat penerapannya. "Palestina diakui, Israel juga diakui," ujar Kalla.
Dia juga berharap agar faksi-faksi di Palestina yang selama ini terpecah bersatu, yakni Hamas dan Fatah. Sebab, kalau di internal Palestina sendiri pecah, maka solusi dua negara juga akan sulit dilakukan.
Dalam perkembangan terakhir, kata Kalla, Hamas dan Fatah baru ada kesepakatan untuk menjalankan Pemilu di tahun depan. Kalla berharap Pemilu itu bisa membuat Palestina dalam satu kepemimpinan.
Harapan yang sama ditujukan pada negara-negara Arab. Selama ini negara-negara kawasan Arab hanya mengeluarkan resolusi dan konferensi. Padahal, tindakan nyata untuk menyelesaikan konflik Palestina dan Israel adalah hal yang paling pokok. "Jadi bagaimana juga negara-negara Islam, termasuk negara Arab tentunya, mempersatukan antara Hamas dengan Fatah ini kemudian bersatu menghadapi Israel, dan mempelopori perdamaiannya," kata Kalla.
Seperti diketahui, negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) akan melakukan KTT Luar Biasa OKI di Istanbul, Turki, pada Rabu, 13 Desember 2017. Ini dilakukan untuk merespons pernyataan sepihak Presiden Amerika Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Keputusan itu ditentang banyak negara karena melanggar resolusi PBB dan merusak upaya perdamaian kedua negara.