Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

KPAI Kritik 3 Opsi Kurikulum Dari Kemendikbud di Masa Covid-19

KPAI menilai tiga opsi kurikulum dari Mendikbud Nadiem Makarim akan membuat bingung pengajar.

8 Agustus 2020 | 13.26 WIB

Sejumlah pelajar mengikuti pembelajaran jarak jauh secara daring dengan menggunakan fasilitas perangkat daring "XL Home" di Desa Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Senin 3 Agustus 2020. XL Axiata menyediakan sarana akses internet gratis berupa router untuk membantu pelajar di berbagai daerah terutama di pedesaan yang kesulitan mendapatkan akses internet dan kuota data dalam mengikuti pembelajaran jarak jauh. ANTARA FOTO/Septianda Perdana
Perbesar
Sejumlah pelajar mengikuti pembelajaran jarak jauh secara daring dengan menggunakan fasilitas perangkat daring "XL Home" di Desa Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Senin 3 Agustus 2020. XL Axiata menyediakan sarana akses internet gratis berupa router untuk membantu pelajar di berbagai daerah terutama di pedesaan yang kesulitan mendapatkan akses internet dan kuota data dalam mengikuti pembelajaran jarak jauh. ANTARA FOTO/Septianda Perdana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mempertanyakan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang memberikan tiga opsi kurikulum kepada sekolah-sekolah untuk proses belajar mengajar di masa Covid-19. Ia mengatakan hal ini justru hanya akan menimbulkan kebingungan di lapangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

"Nah, ini kan makin aneh. Tak bisa begitu. Menetapkan tiga kurikulum artinya menerapkan kurikulum yang berbeda-beda. Ini agak membingungkan juga bagi guru," ujar Retno dalam diskusi daring, Sabtu, 8 Agustus 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketiga opsi itu adalah sekolah-sekolah tetap mengacu kepada kurikulum nasional, menggunakan kurikulum darurat, atau menyederhanakan kurikulum secara mandiri. Hal ini diambil untuk memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa.

Namun pada penerapannya Retno tak yakin akan lancar. Pasalnya, bila guru ingin kurikulum darurat yang ditetapkan karena lebih ringan, belum tentu sekolah atau dinas pendidikan setempat setuju.

"Misal kemudian sekolah disuruh dinas pendidikan daerah untuk pakai kurikulum 2013 atas nama kualitas pendidikan. Bagaimana caranya sekolah dan guru nolak," kata Retno.

Apalagi kurikulum 2013 disebut Retno cukup berat untuk dipenuhi. Bahkan sebelum pandemi kurikulum ini terhitung berat untuk dipenuhi guru. Alhasil ketika pandemi Covid-19 menyerang dan pembelajaran jarak jauh diterapkan, tugas yang diberikan guru pada siswa menjadi terlalu banyak.

Kendati mengapresiasi kebijakan yang dikeluarkan Mendikbud Nadiem Makarim, tapi Retno menilai di masa Covid-19 pemerintah tidak bisa serta merta memberikan kebebasan. "Yang kayak begini tetap butuh ketegasan. Hanya boleh berlaku kurikulum yang disederhanakan atau kurikulum situasi darurat di seluruh Indonesia," ujar Retno.

Egi Adyatama

Bergabung dengan Tempo sejak 2015. Alumni Universitas Jenderal Soedirman ini sejak awal meliput isu politik, hukum, dan keamanan termasuk bertugas di Istana Kepresidenan selama tiga tahun. Kini menulis untuk desk politik dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus