Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Mahasiswa Resah Universitas Brawijaya atau Amarah Brawijaya melakukan
aksi demontrasi dengan isu besar menolak komersialisasi pendidikan tinggi. Aksi ini berlangsung di Malang, Rabu, 22 Mei 2024 dalam konteks penambahan golongan uang kuliah tunggal alias UKT yang berakibat pada peningkatan biaya pendidikan di kampus itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Aksi ini dilandasi dari proses advokasi kebijakan yang ditempuh tidak menghasilkan hasil yang memuaskan yakni audiensi bersama Wakil Rektor 2 Universitas Brawijaya," kata Satria Naufal selaku Presiden Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya dalam keterangan tertulisnya, yang diterima Tempo hari ini, 23 Mei 2024..
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sehingga kami turun ke jalan dan menutut di depan rektorat. Aksi ini menjadi langkah yang penuh pertimbangan dan akademis karena disertai dengan poin tuntutan."
Sebanyak lebih dari 300 massa aksi memenuhi halaman gedung rektorat Universitas Brawijaya dengan menuntut banyak hal. Salah satunya kepastian dan penjaminan pendidikan tinggi bisa diakses oleh semua kalangan.
Satria mengatakan permasalahan UKT ini menjadi rumit ketika terjadi lempar tanggung jawab antarpihak. Hingga aksi terjadi, Satria dan para mahasiswa setuju bahwa mereka telah menyederhanakan bahasa politik dari Pemerintah dan Kampus, yakni Politik Pingpong.
"Karena berulang kali kami diminta menutut Kemendikbudristek oleh Rektorat dan respons Kemendikbudristek juga yang selalu memberikan pernyataan bahwa ini salah kampus sehingga, kami menyimbolkan ini adalah Politik Pingpong," ujar Satria.
Seharusnya, lanjut Satria, pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek dan Kampus (UB), sama-sama memiliki political will dalam menyelesaikan masalah ini, "Belum lagi bantuan keuangan dengan waktu minim dan yang diberikan bantuan sangat terbatas dibanding yang mengajukan."
Sementara respons dari pihak kampus diwakili oleh Wakil Rektor II UB, Muhammad Ali Safaat. Dia mengatakan ada beberapa permintaan yang diakomodir dan beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti langsung oleh rektor.
“Tentu kami menghargai, itu adalah hak mahasiswa melakukan aksi, mengkritisi kebijakan yang ada, dan itu juga eskalasi secara nasional. Tentu saja ada hal-hal yang bisa kita penuhi, karena itu kan sifatnya banyak tuntutan,” kata Ali Safaat.