Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Maraknya kasus pencabulan dan pelecehan seksual terhadap anak mendorong pentingnya edukasi seksualitas untuk anak.
Edukasi seksualitas akan membantu anak mengenal organ intim yang tak boleh disentuh atau dipertontonkan orang lain.
Namun stigma tabu masih jadi tembok kokoh edukasi seksualitas pada anak.
Maraknya kasus pencabulan dan pelecehan seksual anak mendorong sangat pentingnya edukasi seksualitas pada anak. Psikolog keluarga dan anak dari Lembaga Psikolog Terapan Universitas Indonesia (LPTUI), Anna Surti Ariani, mengatakan materi tentang seksualitas harus dimulai dari usia dini, dari usia 0-2 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Orang tua harus menyampaikan dengan benar anggota-anggota tubuh anak sesuai dengan nama aslinya dan tidak memakai nama-nama kiasan. Harapannya, anak bisa dengan mudah memberikan laporan kepada orang tua jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selanjutnya, setelah memasuki usia di atas 2 tahun, ajarkan anak untuk bisa menghargai tubuhnya sendiri. Hal itu dimulai dari hal sederhana dengan membiasakan anak mengganti baju di tempat tertutup. Menurut Nina—sapaan Anna Surti Ariani—kebiasaan tersebut sepele, tapi memberikan manfaat yang besar untuk anak.
Sayangnya, masih banyak orang tua yang menganggap membuka baju anak di ruang terbuka sebagai hal yang wajar. Alasannya, anak kecil masih belum memiliki rasa malu. "Ini sering terjadi di tempat liburan. Anak disuruh buka baju di tempat umum, terus akhirnya dilihat semua orang. Ini bisa membuat anak tidak biasa untuk menghargai tubuhnya," kata Nina.
Nina juga meminta orang tua kreatif dalam mengedukasi anak. Misalnya, menggunakan metode role play atau bermain peran. Sebagai contoh, orang tua bisa mengajak anak berperan jika ada orang asing di tempat umum yang memegang badan anak. "Maka anak harus melaporkan kepada orang tua atau segera mencari pertolongan ke orang lain."
Nina menyadari proses edukasi itu akan membentur tembok besar bernama tabu. Maklum, sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganggap tabu pendidikan seksualitas. "Mendengar kata 'pendidikan seksualitas', banyak anggota masyarakat yang mengira bahwa isinya adalah cara melakukan hubungan seks," ujarnya. "Langsung saja menolak pendidikan seksualitas, padahal beda antara seks dan seksualitas."
#INFO KOSMO 4.2.1-Mengenalkan Seksualitas kepada Anak
Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Ahmad Romdhon, mendukung upaya edukasi seksualitas untuk anak. Romdhon mengatakan, secara alami, anak akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan umur. "Maka edukasi terkait dengan fungsi anggota juga otomatis linear," kata dia, Rabu lalu.
Romdhon juga menyoroti masih minimnya akses informasi dan literasi tentang perlunya edukasi seksualitas pada anak. Menurut dia, hal ini menjadi salah satu latar asumsi masyarakat tentang edukasi seksualitas sebagai hal tabu.
Solusinya, Romdhon mengusulkan pelibatan institusi pendidikan untuk ikut mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mengenalkan seksualitas kepada anak. "Lewat institusi pendidikan, nanti jadinya pendekatan lembut dan tidak formal. Di saat bersamaan, bisa menjangkau anak sebagai aktor dan obyek."
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo