Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan tidak terlibat dengan keputusan Rektorat Universitas Airlangga (Unair) yang memberhentikan Budi Santoso dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran. Seperti diketahui, keputusan itu mengundang reaksi luas, antara lain dalam rupa aksi 'Save Prof Bus' di lingkungan kampus Unair.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Seperti yang dituturkan Budi, pemecatan diduga karena dirinya menyuarakan penolakan atas kebijakan Kementerian Kesehatan yang akan membuka pintu dokter asing praktik di Indonesia. Dia sempat dipanggil oleh Rektor Unair Mohammad Nasih setelah menegaskan penolakan itu di media massa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sekalipun dugaan itu benar, Kementerian Kesehatan menyatakan tak terkait sama sekali dengan keputusan Rektor Unair untuk memecat Budi Santoso. "Itu masalah internal Unair dan mungkin bisa klarifikasi lanjut dengan pihak rektorat di Unair," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, menyebut kabar intervensi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam proses pemecatan Dekan FK Unair sebagai fitnah. Syahril mengatakan Kemenkes tidak membawahi Unair dan tidak memiliki wewenang mengatur Unair.
"Informasi yang beredar seolah Kemenkes akan mendatangkan 6.000 dokter warga negara asing juga hoax," katanya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga mengaku heran pemecatan di Unair dikaitkan kementerian yang dipimpinnya. Dia menegaskan tidak memiliki wewenang di kampus-kampus. "Saya juga tidak ada kontak apapun dengan Unair terkait masalah ini," katanya.
Menteri Budi Gunadi mengakui kalau kebijakannya mendatangkan dokter asing untuk berpraktik di Indonesia belum sepenuhnya diterima, termasuk oleh FK Unair. Namun, menurut dia, penolakan terjadi karena salah paham.
"Bahwa kemudian mungkin ada yang merasa sensitif seperti FK Unair, bahwa dokter kita lebih hebat, kemudian kita juga bisa. Isunya bukan itu, isunya bukan juga merendahkan kemampuan dokter-dokter kita, nggak," katanya.
Budi Gunadi menjelaskan, misi utama mendatangkan dokter asing adalah untuk menyelamatkan sekitar 12 ribu nyawa bayi per tahun yang berisiko meninggal akibat kelainan jantung bawaan. Ia mengatakan, kemampuan dokter di Indonesia untuk melakukan operasi jantung baru berkisar 6 ribu pasien per tahun
"Enam ribu bayi ini kalau tidak tertangani memiliki risiko tinggi untuk meninggal. Kalau kita tunggu, risikonya makin tinggi," ujarnya.
Ditambahkannya, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah mengatur persyaratan dan batasan bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing (WNA) yang ingin berpraktik di Indonesia. "Kita datangkan dokter-dokter asing itu untuk menyelamatkan nyawa 6 ribu bayi ini dan 12 ribu ibu-ibu yang akan sedih kalau bayinya kemudian cacat jantung bawaan," katanya.
Pilihan Editor: Kata SAFEnet Soal Dirjen Kominfo yang Mundur, Bukan Bosnya