Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Agama menetapkan awal Ramadan jatuh pada Kamis, 18 Juni 2015. Penetapan itu dilakukan lewat sidang isbat yang digelar di kantor Kementerian, kemarin. Dalam sidang itu, dilaporkan pemantauan posisi hilal dari 36 titik di wilayah timur hingga barat Indonesia.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, berdasarkan observasi astronomi, tak satu pun pemantau menyatakan adanya bulan baru. Maka Syaban, bulan sebelum Ramadan, digenapkan menjadi 30 hari. “Dengan demikian, 1 Ramadan jatuh lusa, Kamis 18 Juni 2015,” kata Lukman, seusai sidang, kemarin. Keputusan tersebut disepakati oleh seluruh organisasi Islam yang hadir, termasuk Muhammadiyah.
Sebelum sidang, pemerintah juga mendengarkan paparan dari pakar astronomi mengenai posisi bulan sabit. Selain posisi di Indonesia, para pakar menjelaskan posisi bulan sabit di seluruh penjuru dunia. Dalam pemaparan itu, disimpulkan bahwa bulan sabit terbenam lebih dulu daripada matahari. "Kami berharap kebersamaan ini mampu mencerminkan kebersamaan umat Islam di Indonesia."
Keputusan ini sama dengan keputusan Muhammadiyah, yang menetapkan awal puasa dengan metode hitung atau hisab. Lewat metode itu, Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan 1436 Hijriah jatuh pada Kamis, 18 Juni 2015. Muhammadiyah juga sudah menetapkan Hari Raya Idul Fitri 2015 pada Jumat, 17 Juli 2015. Sebab, ijtimak menjelang Syawal 1436 Hijriah terjadi pada Kamis, 16 Juli, pukul 03.26 WIB.
Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Masdar Farid Mas'udi, mengatakan pihaknya akan mengikuti keputusan pemerintah tersebut. “Pemerintah kan mengikuti pertimbangan-pertimbangan yang diberikan organisasi kemasyarakatan, salah satunya adalah NU,” kata dia saat dihubungi kemarin. Masdar mengatakan ke depan harus ada kalender yang sama untuk umat Islam. “Masa ini setiap tahun harus lihat bulan dulu seperti begini, kan tidak praktis,” ujarnya.
Kelak, jika ada kalender abadi, kata dia, ada tiga hal yang harus dipertimbangkan. Yang pertama adalah kebenaran, kedua kepraktisan, dan ketiga persatuan. “Kalau ada satu kalender bersama, kan jadi enak lebih bersatu. Jadi memang butuh waktu agar sama cara pandangnya,” katanya.
FAIZ NASHRILLAH|REZA ADITYA I JH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini