Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Peneliti LIPI Jelaskan Soal Stagnasi Hasil Survei Pilpres 2019

Peneliti LIPI Firman Noor mengungkap ada sejumlah faktor yang menyebabkan stagnasi dalam hasil sigi Pilpres 2019 dari sejumlah lembaga survei.

27 Maret 2019 | 10.36 WIB

Capres nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi (kedua kiri) dan Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto berjabat tangan seusai mengikuti debat capres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu, 17 Februari 2019. ANTARA
Perbesar
Capres nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi (kedua kiri) dan Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto berjabat tangan seusai mengikuti debat capres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu, 17 Februari 2019. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor mengatakan ada sejumlah faktor yang menyebabkan stagnasi dalam hasil sigi Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019 sejumlah lembaga survei belakangan ini. Namun pertama-tama, Firman mengatakan istilah stagnasi ini lekat dengan pasangan calon 01, Joko Widodo - Ma'ruf Amin ketimbang Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau kita bicara stagnasi ini kan lebih kepada paslon satu sedangkan paslon dua meskipun masih kalah, ada progres sedikit-sedikit," kata Firman kepada Tempo, Rabu, 27 Maret 2019.

Firman menjelaskan, fenomena stagnasi tak terlepas dari karakteristik survei yang terikat ruang dan waktu. Dia berujar ada keterbatasan responden, metodologi, dan situasi saat survei itu dilakukan.

"Jadi artinya banyak constraint di dalam survei itu," ujarnya.

Berikutnya, Firman menduga persoalan stagnasi juga bisa terjadi karena ada masalah pada figur calon, program yang belum meyakinkan pemilih, blunder-blunder baik dari calon atau orang-orang di sekitarnya, hingga mesin politik yang belum optimal. Selain itu, faktor pergerakan lawan pun ditengarai menjadi salah satu faktor stagnasi.

Firman mencontohkan, belakangan ini Jokowi dianggap berubah dari sosok yang sebelumnya dibayangkan orang tentang dirinya. Capres inkumben itu, ujarnya, seperti mengubah diri menjadi lebih tegas.

Selain itu ada pula pernyataan dari orang-orang di sekitar Jokowi yang memancing pertanyaan masyarakat. Firman menilai faktor-faktor ini akan membuat Jokowi kesulitan membangun citranya.

"Mulai dari keinginan dwifungsi (TNI), katakanlah begitu, penangkapan aktivis, kriminalisasi beberapa kalangan. Kalau terus seperti ini juga citranya tidak akan kunjung membaik," kata Firman.

Meski begitu, Firman mengatakan masih ada kemungkinan terjadi perubahan di hari-H pilpres 2019 pada 17 April. Dia berujar sisa kampanye ini masih bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menggerakkan mesin politik dan menyampaikan hal-hal yang bisa meyakinkan masyarakat.

"Menurut saya masih ada peluang, entah signifikan atau tidak kita lihat seperti apa pemicunya," ucapnya.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus