Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Politik dari Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menilai kemunculan Dewan Kolonel sebagai struktur dalam Fraksi PDIP untuk mendukung Puan Maharani dan juga rencana pembentukan Dewan Kopral yang digagas oleh Ketua relawan Ganjar Pranowo Mania Immanuel Ebenezer dapat menjadi pemicu perseteruan di PDIP dan pendukungnya.
Padahal, kata dia, masih ada tantangan eksternal. Belum lama ini, Pemerintahan Presiden Jokowi yang notabene kader PDIP baru saja menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Kebijakan ini telah menuai kritik dari mahasiswa, buruh hingga sejumlah partai di parlemen.
"Dinamika internal dan tantangan eksternal yang terjadi harus disikapi dengan baik oleh Megawati selaku ketua umum Partai, supaya tidak mengganggu soliditas dan efektifitas kerja-kerja politik dalam memenangkan partai di masa depan," ujarnya Kamis 22 September 2022.
Agung menjelaskan bahwa terdapat tiga hal yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan internal di PDIP. Menurutnya hal pertama yang dilakukan adalah segera memutuskan siapa capres yang dipilih oleh PDIP. Setidaknya untuk meminimalkan ekses di internal maupun secara eksternal yang dikhawatirkan bisa berujung pada raihan elektoral partai dalam pileg dan pilpres nanti.
"Baik Ganjar atau Puan sesungguhnya sama-sama memiliki keunggulan dan keterbatasan. Namun dalam konteks Puan, pekerjaan rumah lebih banyak dan paling sulit adalah soal meningkatkan elektabilitasnya," tegasnya
Jika keputusan kandidat capres PDIP tidak kunjung dipercepat, alhasil akan semakin sulit berkoalisi dengan partai lain. Pasalnya sudah ada beberapa partai yang kini mulai mengerucut dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Koalisi Indonesia Raya (KIR), dan Poros Gondangdia (PG), yang mana dari masing-masing poros sudah memiliki jagoannya masing-masing, baik capres maupun cawapres.
Jangan sampai kesalahan Pemilu 1999 terulang
Namun tidak heran, hal ini terjadi karena memang hanya PDIP yang mampu secara mandiri memajukan paket capres-cawapres sesuai ketentuan presidential threshold. Sementara partai-partai lainnya, harus berkoalisi dengan 1 atau 2 partai agar dapat masuk ke arena pilpres.
Agung juga menjelaskan jika PDIP ingin menggapai hattrick atau menang tiga kali berturut-turut dalam Pileg maupun Pilpres, maka strategi politiknya harus terintegrasi.
Maka dari itu, bila Ganjar menjadi Capres, strategi coat-tail effect atau efek ekor jas yang dimiliki Ganjar perlu segera dieksekusi. Namun sebaliknya jika Puan yang maju, maka perlu adanya political engineering atau rekayasa politik, guna menyederhanakan koalisi yang ada, sehingga capres-cawapres yang muncul bisa diatasi saat berkontestasi.
"Jangan sampai Pemilu 1999 terulang kembali di mana saat itu PDIP menang Pileg, namun kalah Pilpres karena Presiden yang terpilih saat itu adalah Abdurrahman Wahid (Gus Dur)." tegas Agung.
Menurutnya hal terakhir yang harus dilakukan adalah sebagai Ketua Umum, Megawati Soekarnoputri perlu bersikap tegas menertibkan beragam manuver yang terjadi menjelang Pilpres, sebelum bulat memutuskan siapa Capres PDIP.
"Karena bila muncul standar ganda dalam merespon manuver relawan politik Puan Maharani atau Ganjar, maka dampaknya bisa semakin dalam membelah partai baik secara eksternal dan internal." tambahnya.
Nugroho Catur Pamungkas
Baca: Dewan Kolonel Bantah Disebut Salahi AD/ART PDIP
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini