Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Respons Komisi II DPR terhadap Fenomena Kotak Kosong di Pilkada 2024

Ketua Komisi II DPR menyebutkan dua faktor penyebab munculnya kotak kosong pada Pilkada 2024.

8 September 2024 | 10.32 WIB

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia ditemui di Hotel Ayana, Jakarta pada Sabtu, 24 Agustus 2024. Tempo/Novali Panji
Perbesar
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia ditemui di Hotel Ayana, Jakarta pada Sabtu, 24 Agustus 2024. Tempo/Novali Panji

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ahmad Doli Kurnia meminta publik tidak berpikir negatif dengan fenomena kotak kosong yang muncul di 41 daerah pada pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024.

“Kita jangan kemudian terlalu negative thinking terhadap masih munculnya fenomena kotak kosong,” kata Doli saat dihubungi di Jakarta pada Sabtu, 7 September 2024.

Politikus Partai Golkar itu menyampaikan hal itu menanggapi 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah atau calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024 berdasarkan catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) per Rabu, 4 September 2024 pukul 23.59 WIB.

“Jadi jangan kemudian selalu ditafsirkan kalau munculnya kotak kosong ini ini rekayasa gitu lho, enggak juga,” ucapnya.

Menurut dia, fenomena munculnya kotak kosong pada Pilkada 2024 justru merupakan hasil konsekuensi dari dinamika demokrasi dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia.

“Kan kita sudah memberikan kesempatan seluruh daerah ini untuk munculnya calon-calon, baik pakai mekanisme usulan partai politik atau gabungan partai politik, maupun juga dari calon perseorangan. Bahkan, terakhir kan ambang batasnya diturunkan oleh Mahkamah Konstitusi, walaupun waktunya cukup singkat sebelum pendaftaran,” ujarnya.

Doli mengatakan fasilitas untuk memungkinkan munculnya banyak calon di daerah dari segi regulasi sudah memadai.

Dua Faktor Penyebab Munculnya Kotak Kosong

Doli menyebutkan faktor penyebab munculnya banyak kotak kosong di sejumlah daerah pada Pilkada 2024. “Itu mungkin karena proses pembinaan situasi sosial politik memang belum memungkinkan untuk munculnya banyak tokoh, banyak figur,” kata dia.

Dia mengatakan partai politik punya pekerjaan rumah harus lebih banyak membangun atau membina kader-kadernya. Dia menilai organisasi kemasyarakatan (ormas) juga punya andil dalam memunculkan tokoh-tokoh terbaik daerah sehingga merasa terpanggil untuk memimpin daerah tersebut dan mengikuti kompetisi pilkada.

“Terus juga bagaimana didorong supaya muncul para birokrat yang memang kuat ketokohannya, dan ormas-ormas yang lain harus juga ikut menciptakan situasi agar munculnya banyak tokoh,” ucapnya.

Faktor kedua, kata dia, adalah ongkos politik yang mahal di Indonesia, termasuk untuk mengikuti pilkada, yang menjadi penyebab banyaknya kotak kosong muncul di sejumlah daerah pada Pilkada 2024.

“Kalau ada orang yang merasa mampu, mereka selama ini punya ketokohan yang baik, tapi begitu dihadapkan dengan realitas politik pemilu ini mahal, harus menyiapkan sekian besar logistik, ya mereka jadinya enggak siap, mundur akhirnya,” tuturnya.

Karena itulah, dia meminta publik tak melulu memandang negatif terhadap fenomena munculnya kotak kosong pada pilkada.

“Nah, ini juga yang menyebabkan mungkin tidak banyak muncul tokoh sehingga munculnya hanya satu pasang,” tuturnya.

Pengamat Politik UB ungkap sebab munculnya kotak kosong Pilkada 2024

Adapun pengamat politik Universitas Brawijaya (UB) Malang Wawan Sobari mengungkap alasan munculnya calon tunggal atau kotak kosong di sejumlah daerah pada Pilkada 2024 bisa disebabkan oleh pilihan rasional partai maupun anggaran politik.

Dia menuturkan langkah rasional yang dimaksud adalah partai politik melihat pada figur yang muncul di pilkada kabupaten/kota beserta popularitas atau tingkat keterkenalan di mata publik.

“Misalnya, di Kota Surabaya bakal calonnya itu petahana dan dari PDI Perjuangan, Surabaya juga basis PDI Perjuangan. Artinya, sangat sulit bagi lawan atau penantang untuk bersaing, begitu juga di Trenggalek,” kata Wawan di Kota Malang, Jawa Timur pada Sabtu, 7 September 2024.

Wawan menyebutkan, dari situasi tersebut, partai politik akan berpikir dua kali untuk mengajukan sosok yang diusung. Partai politik juga menghitung seberapa besar kekuatan simpatisan atau loyalis yang dimiliki oleh calon yang akan diusung.

“Sedangkan yang punya konstituen paling jelas adalah anggota DPRD tetapi pertanyaannya apakah dia mau, karena harus mengundurkan diri dari DPRD. Terus apakah siap jika kalah,” ucapnya. Jika dirasa tak mampu menyaingi kandidat pesaing, kata dia, partai politik tidak berani dengan gegabah mengambil langkah berisiko.

Dia mengatakan persoalan anggaran juga menjadi pertimbangan bagi partai politik untuk terjun di dalam persaingan, mengingat Pilkada 2024 jaraknya tidak terlalu jauh dari Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden. Situasi itu pada akhirnya memunculkan pilihan bagi partai untuk saling bergabung mengusung calon tunggal dan memunculkan kotak kosong.

Belum lagi jika pasangan yang diusung tidak memiliki modal finansial besar dan lawan kontestasi merupakan petahana. Ada potensi menimbulkan kerugian. “Soal bujet itu tidak hanya dikeluarkan oleh kandidat tetapi juga partai, secara hitung-hitungan akan rugi,” ucapnya.

Pilihan editor: Asisten Khusus Prabowo dan Deretan Jenderal di Tim Pemenangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus