Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok - Skandal cuci nilai rapor mewarnai Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB 2024 dari jalur prestasi di Kota Depok, Jawa Barat. Pelaksana harian (Plh) Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat (Disdik Jabar) Mochamad Ade Afriandi mengungkap kronologi terkuaknya skandal cuci nilai rapor di salah satu SMPN di Depok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ade menjelaskan, sebanyak 51 Calon Peserta Didik (CPD) asal Depok terpaksa dianulir karena saat PPDB tahap 2 terdapat anomali data. Bidang pengawasan PPDB Jabar dan Panitia PPDB di salah satu SMA di kota Depok kemudian melakukan validasi ke sekolah asal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ke SMP asal. Nah, data yang anomali itu ya, karena ada informasi terkait dengan nilai rapor ya, nilai rapor dari SMP asal. Tetapi pada saat divalidasi ke sekolah, disandingkan antara nilai rapor yang diunggah oleh CPD dengan buku rapor, dan juga buku nilai yang ada di sekolah, itu tidak ada perbedaan nilai (sesuai)," kata Ade, Selasa, 16 Juli 2024, seperti dikutip dari Tempo.
Namun, lanjut Ade, kecurangan tersebut terungkap saat dilakukan pengecekan oleh Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek lewat aplikasi e-rapor. Setelah dibuka, ternyata nilai di e-rapor berbeda dengan yang diunggah di buku rapor sekolah.
"Sehingga akhirnya ditelusuri oleh Itjen Kemendikbud bersama kami dan akhirnya diketahui jelas lah, ada istilahnya di Depok itu 'cuci rapor' ya, ada cuci rapor yang dilakukan oleh sekolah," kata Ade.
Bagi Disdik Jabar hal tersebut sangat memalukan, sehingga pada hari pertama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) ke 51 CPD tersebut dianulir.
"51 CPD tersebar di 8 SMA Negeri di Depok," kata Ade.
Ade menerangkan, nilai e-rapor merupakan nilai riil sesuai yang dimasukan ke aplikasi tersebut, sementara kecurangan yang dilakukan dengan meningkatkan nilai buku rapor.
"Nah, tahap kedua itu jalur prestasi rapor ataupun kejuaraan ya, atau non-akademik lah. Nah ini dari jalur prestasi rapor gitu," katanya.
Berasal dari sekolah yang sama
Ade membenarkan bahwa 51 CPD yang dianulir tersebut berasal dari sekolah yang sama, yakni di salah satu SMP negeri di Depok.
"SMP itu meluluskan 300 siswa, nah yang akhirnya diketahui cuci rapor itu ada 51 siswa. Itu data yang diberikan dari Itjen Kemdikbud," ucap Ade.
Katrol nilai rapor hingga 20 persen
Ade mengungkapkan, berdasarkan rapat dengan Kemendikbud, data yang dibuka mereka ada peningkatan nilai rapor 51 siswa hingga 20 persen dari nilai di e-rapor.
"Karena kami kemarin rapat di Kemdikbud. Jadi Kemdikbud membuka, kalau tidak salah itu rata-rata dinaikkan 20 persen lah nilainya, dinaikkan sekitar 20 dari e-rapor," kata Ade.
Lapor ke PJ Gubernur Jabar
Ade mengatakan, pihaknya telah melaporkan temuan dugaan manipulasi nilai rapor di Depok ke Pj. Gubernur Jabar Bey Triadi Machmudin.
"Kami Disdik provinsi tentu sudah melaporkan ke Pj Gubernur ya. Nah kemudian kaitan dengan SMP di Depok ini gitu ya, nah itu sesuai kewenangan ada di bawah Wali Kota Depok (Mohammad Idris)," kata Ade.
Langkah lebih lanjut
Berdasarkan hasil rapat di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Perguruan Tinggi (Kemendikbudristek Dikti), Inspektorat dan Disdik Kota Depok diputuskan untuk membuat langkah lebih lanjut.
"Membuat langkah tindak lanjut yang pertama untuk melakukan pengecekan, pemeriksaan, jangan-jangan ada di SMP lain kan gitu ya. tapi untuk yang SMP yang satu itu, jelas itu harus ada tindakan, dilakukan pemeriksaan sesuai dengan prosedur sehingga nanti ada penuntutan secara kepegawaian sebagai ASN," tutur Ade.
Soal pelanggaran tersebut, Ade menegaskan secara kepegawaian harus diberikan sanksi. Ia melanjutkan lantaran hal ini masuk ke unsur pemalsuan dokumen bisa diarahkan ke ranah pidana.
"Sehingga nanti Wali Kota Depok bisa melanjutkan ke kepolisian atau misalnya kalau tidak ada tindakan, dari orangtua yang dirugikan bisa melaporkan, cuma masalahnya jangan-jangan ini juga keinginan orang tua ya," ujar Ade.
Kursi kosong untuk KETM
Dari temuan tersebut, sebanyak 51 CPD pun dianulir. Sedangkan kursi kosong yang ditinggalkan akan didorong diprioritaskan untuk Keluarga Ekonomi Tidak Mampu (KETM).
Ade menjelaskan, kuota sekolah yang tidak terisi karena tidak daftar ulang, dianulir atau karena pendaftarnya kurang, sudah diatur mekanismenya sesuai Pergub Nomor 9 Tahun 2024.
"Jadi tidak serta-merta kepala sekolah mengisikan aja, tidak gitu ya. Pertama itu harus ada data sementara dari hasil pendaftaran, data CPD sementara hasil pendaftaran yang memenuhi syarat," jelas Ade.
Kemudian, harus dikomunikasi dan dikoordinasikan dari sekolah ke Kantor Cabang Dinas Pendidikan Jabar yang membawahi Kota Depok, setelah itu dikomunikasikan dengan forum kepala sekolah swasta di Depok.
"Dari hasil komunikasi tersebut dihasilkan kesepakatan siapa yang nanti akan diundang untuk mengisi kursi yang ditinggalkan tadi," papar Ade.
Kata Ade, kuota tersebut lebih ditujukan bagi yang belum mendapatkan sekolah, baik negeri, swasta maupun juga ke madrasah aliyah.
"Jadi sama sekali belum dapat sekolah dan juga saya dorong itu, terutama untuk yang keluarga tidak mampu, yang belum tertampung semua," ucap Ade.
Sebelumnya Kepala SMP Negeri 19 Depok Nenden Eveline Agustina mengakui 51 siswa lulusan sekolahnya dianulir masuk SMA Negeri karena mengatrol nilai agar masuk jalur prestasi. Pihaknya pun siap menerima segala konsekuensi.
"Betul, untuk yang 51 (siswa) itu dianulir ya," kata Eveline saat dikonfirmasi di SMPN 19 Depok, Jalan Leli, Kelurahan Depok Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Selasa, 16 Juli 2024.