Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menjaga emosi tetap stabil bagi difabel dewasa merupakan sebuah tantangan besar. Menjalani aktivitas dengan cara berbeda terkadang menjadi sumber masalah bagi kestabilan emosi penyandang disabilitas dewasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Irma Hikmayanti misalnya, kerap marah-marah karena mengerjakan segala sesuatu lebih lama setelah menjadi difabel netra saat dewasa. "Itu terjadi karena saya masih menerapkan kerangka berpikir seperti orang awam," kata Irma Hikmayanti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Heriani mengatakan penyandang disabilitas dewasa perlu mengontrol emosinya agar tidak meledak atau kelelahan dengan pikirannya sendiri. Dia menyarankan agar difabel dewasa berhenti membandingkan kondisinya yang dulu dengan sekarang berulang kali.
"Ini termasuk salah satu cara self shooting, menenangkan diri dari sebuah masalah yang terjadi berulang-ulang dengan berhenti sesaat," kata Heriani pada peringatan hari kesehatan jiwa sedunia bertajuk Prevent Suicide By Loving Yourself di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rabu 9 Oktober 2019.
Langkah selanjutnya adalah melihat atau merefleksikan permasalahannya lebih dalam. Tujuannya, menurut Heriani, individu tersebut dapat lebih jernih melihat masalah. "Sehingga tidak lagi terjebak pada persepsi yang sama dan segera menemukan solusinya," ujar Heriani.
Melakukan gerakan "berhenti sebentar". Heriani menjelaskan, berdiam barang sejenak juga bisa mencegah konflik emosi. Berhenti sejenak berarti melakukan manajemen terhadap emosi dan mempengaruhi cara berkomunikasi seseorang.
Dokter Spesialis Kejiwaan lainnya, Agung Kusumawardhani, menyebutkan, salah satu tahap yang harus dialalui penyandang disabilitas dalam menghindari emosi yang meledak adalah dengan penerimaan atau tahap acceptance. Setiap individu memiliki periode yang berbeda pada tahapan ini.
"Untuk mencapai tahapan penerimaan, seorang penyandang disabilitas dewasa harus mau merawat dirinya, baik merawat secara fisik maupun kejiwaannya. Harus bisa membahagiakan diri sendiri," kata Agung. Menurut dia, terdapat delapan tahap kehidupan yang terkait dengan perkembangan psikologi manusia.
Dalam setiap tahap, manusia harus menyadari dan mencermati perbedaan yang terjadi. "Di sinilah setiap individu mempelajari perbedaan yang terjadi beserta langkah yang harus diambil," kata Agung.