Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kabar

Menunggu Berbuka Puasa di Alun-alun Malang

Alun-alun Merdeka Malang menjadi salah satu destinasi wisata sekaligus tempat warga menunggu waktu berbuka puasa.

1 April 2023 | 19.26 WIB

Satu keluarga asal Desa Talok, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, sedang bersiap melakukan buka puasa bersama di Alun-alun Merdeka Malang pada Ahad petang, 26 Maret 2023. TEMPO/Abdi Purmono.
Perbesar
Satu keluarga asal Desa Talok, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, sedang bersiap melakukan buka puasa bersama di Alun-alun Merdeka Malang pada Ahad petang, 26 Maret 2023. TEMPO/Abdi Purmono.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Malang - Petang mendekati malam. Waktu berbuka puasa Ramadhan 1444 Hijriah atau 2023 Masehi di hari keempat tinggal sekitar 30 menit lagi. Keluarga Slamet bergegas membentangkan mantel hujan dan selembar plastik lebar pada hamparan rumput di Alun-alun Merdeka Malang, persis di bawah pepohonan yang rindang. Lalu mereka duduk lesehan mengelilingi termos besar berisi nasi panas dan beberapa bungkus lauk, serta empat botol air mineral.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Slamet penduduk Desa Talok, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Pria berusia 71 tahun ini punya empat anak dan tujuh cucu. Lokasi Desa Talok dan Alun-alun Merdeka Malang terpaut jarak hampir 30 kilometer. Namun jarak bukan halangan bagi Slamet dan istrinya untuk mendatangi alun-alun yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda pada 1882 itu. Dia bersama istri ditemani putra dan menantu, serta dua orang cucu perempuan, sore itu meriung di alun-alun. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami memang sudah merencanakan buka puasa di sini, sekalian ajak cucu jalan-jalan. Mereka belum pernah lihat alun-alun,” kata Slamet kepada Tempo, Ahad, 26 Maret 2023.

Habis berbuka puasa, keluarga Slamet berjalan kaki ke Masjid Agung Jami’ yang berada di barat alun-alun untuk salat magrib. Bagi Slamet, mengunjungi Alun-alun Merdeka Malang di bulan Ramadhan sama dengan beribadah sekaligus berwisata. 

Begitu pula yang dilakukan Joko Susanto, warga Desa Karangwidoro, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Ia membawa istri dan putranya yang berumur 6 tahun ngabuburit di alun-alun, lalu mengajak istri dan sang putra ke Masjid Agung Jami’. 

“Umur alun-alun dan Masjid Agung Jami’ kan sudah tua sekali, makanya cocok salat magrib di sini sekalian berwisata religi,” kata Joko. 

Suasana Alun-alun tampak ramai, terutama di area permainan anak-anak. Banyak kelompok warga yang mengadakan buka puasa bersama sambil duduk di atas rerumputan dan di bawah kerindangan pepohonan. 

Keramaian tersebut tidak begitu lazim terlihat jika Alun-alun Merdeka Malang tidak direnovasi besar-besaran sepanjang Januari-April 2015. Sebelum direnovasi, desain Alun-alun Merdeka Malang tak sedap dipandang, suasananya semrawut sehingga bikin tak betah berlama-lama di sana.

Selanjutnya: Sejarah Alun-alun Merdeka Malang ...

Sejarah Alun-alun Merdeka Malang

Alun-Alun Merdeka Malang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 1882. Malang saat itu berstatus administratif sebagai kabupaten yang beribu kota di Pasuruan. Keberadaan alun-alun ini dianggap menyimpang dari kelaziman letak alun-alun di Pulau Jawa pada umumnya. 

Alun-alun di Pulau Jawa umumnya berada persis di depan keraton atau pendapa kabupaten. Ia menjadi lambang pusat kekuasaan atau sebagai zona inti maupun titik nol perkembangan sebuah kota. Alun-alun jadi tempat yang penting dan sakral. pelaksanaan kirab kebudayaan, pawai keagamaan, dan parade militer biasa dipusatkan di alun-alun. 

Alun-alun Merdeka Malang juga memiliki fungsi tersebut. Namun, posisi Alun-alun Merdeka dan pendapa bupati justru tidak linier. Letak pendapa agak jauh di sebelah timur alun-alun dengan wajah menghadap ke selatan alias tidak berhadapan langsung dengan alun-alun. Hanya rumah asisten residen yang menghadap ke alun-alun. 

Di sekitar alun-alun banyak bangunan tua warisan Belanda, baik berupa bangunan tempat ibadah, serta bangunan bekas kantor pemerintahan, bioskop, bank, hotel, dan tempat hiburan. 

Di barat alun-alun terdapat Masjid Agung Jami’ dan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel alias Gereja Immanuel. Kedua tempat ibadah ini sangat berdekatan. 

Gereja Immanuel jadi tempat ibadah pertama di Malang yang dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda. Gereja Immanuel—dulu populer dengan sebutan Gereja Jago—mulai dibangun 30 Juli 1861 dan resmi digunakan sejak 31 Oktober 1861 dengan nama Protestanche Gemente te Malang sebagai tempat ibadah orang-orang Belanda dan Eropa. Pendeta pertamanya JFG Brumund.

Selesai membangun Gereja Immanuel, Belanda membangun Masjid Agung Jami’. Pembangunannya dilakukan dalam dua tahap. Pembangunan tahap pertama berlangsung mulai 1890. Pembangunan tahap kedua dilaksanakan dari 15 Maret sampai 13 September 1903.   

Didesain sebagai ruang publik khas selera pemerintahan kolonial Belanda, Alun-alun Merdeka Malang justru lebih banyak dimanfaatkan oleh penduduk pribumi untuk berjualan, berkumpul, bersantai, maupun berkegiatan lain. 

Saat orang-orang Eropa berdansa-dansa, main kartu, atau bermain biliar di tempat hiburan bernama Societiet Concordia, maka penduduk pribumi cukup lesehan menikmati jajanan pedagang pribumi. Saat orang Eropa menonton film di Rex Bioscoop, orang pribumi cukup menonton pertunjukan ludruk atau wayang di pojok alun-alun. Misalnya begitulah konstrasnya kehidupan orang Eropa dan pribumi kala itu.

Selanjutnya: Lama-lama Belanda membiarkan ...

Lama-lama Belanda membiarkan alun-alun kota “dikuasai” kaum pribumi. Mereka lalu membangun alun-alun baru yang lokasinya persis di depan Balai Kota Malang sekarang. Alun-alun baru ini populer dengan sebutan Alun-alun Bundar.

Alun-alun baru dibangun di masa Malang sudah berstatus sebagai gemeente alias kotamadya per 1 April 1914. Status ini menandai pembangunan modern Kota Malang dan meninggalkan konsep pembangunan kota lama. 

Alun-alun baru masuk ke dalam delapan tahap rencana pembangunan (bouwplan) Kota Malang yang dikenal dengan nama JP Coen Plein pada 1922. Pada tahun inilah pusat pemerintahan kota dipindah dari alun-alun lama ke kawasan alun-alun baru yang bernama Alun-alun JP Coen—kini populer dengan sebutan Alun-alun Bundar. 

Nama rencana pembangunan kota ini diambil dari nama lengkap Jaan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Pernah berkuasa pada 21 Mei 1619 sampai 31 Januari 1623 dan 30 September 1627 hingga 21 September 1629, JP Coen dikenal sebagai pendiri Batavia dan VOC, kerajaan dagang Belanda di Hindia Timur. 

Desain alun-alun baru dikerjakan sejak 1917 sehingga Malang punya dua alun-alun. Lokasi kedua alun-alun terpisah jarak sekitar 700 meter ke arah timur laut. 

Pada tahun-tahun berikutnya, balai kota dibangun menghadap ke utara, berlatar Alun-alun Bundar. Saat cuaca sedang cerah, Gunung Semeru di timur, Gunung Kawi di barat, Gunung Arjuna di utara, bisa terlihat jelas dari lantai atas balai kota. 

Letak alun-alun baru yang segaris dengan pusat pemerintahan mengembalikan kekhasan konsep pembangunan alun-alun di Pulau Jawa. Hal ini berkat kepiawaian dan keberanian Herman Thomas Karsten, arsitek ternama Hindia Belanda yang anti-kolonialis. Belakangan, Karsten dikenal sebagai “bapak pembangun” Kota Malang, yang memadukan gaya arsitektur barat dan identitas lokal. 

Alun-alun baru kemudian banyak dipakai sebagai tempat penyelenggaraan beragam kegiatan sehingga alun-alun lama hanya jadi tempat bermain masyarakat setempat. Pada 17 Agustus 1946 mulai dibangun sebuah tugu sebagai monumen kemerdekaan. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Wakil Gubernur Jawa Timur Doel Arnowo dan disaksikan Wali Kota Malang M. Sardjono Wirjohardjono. 

Pada masa Agresi Militer Belanda pertama (21 Juli-5 Agustus 1947), Belanda mengubah fungsi Monumen Tugu Kemerdekaan pertama di Indonesia itu menjadi “tugu kolonialisme” dengan menaruh mahkota dan bendera Kerajaan Belanda di pucuk tugu. Lalu, Belanda menghancurkan Tugu Kemerdekaan pada 23 Desember 1948. 

Selanjutnya: Tugu Kemerdekaan dibangun kembali ...

Tugu Kemerdekaan dibangun kembali pada 1952 dan diresmikan Presiden Soekarno pada 20 Mei 1952, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional. Sejak itu pula, alun-alun baru dikenal dengan nama Alun-alun Tugu. 

Namun, suasana kawasan Alun-alun Tugu alias Alun-alun Bundar tidak seramai Alun-alun Merdeka Malang. Suasana di Alun-alun Tugu biasanya agak ramai dikunjungi orang pada sore hari, saat sinar matahari mulai redup. Sedangkan saat pagi hingga siang biasanya sepi orang lantaran Alun-alun Tugu tidak dinaungi langsung pepohonan seperti halnya Alun-alun Merdeka. Kawasan Alun-alun Tugu didominasi tanaman bunga kana atau bunga tasbih warna-warni, serta tanaman perdu.

Jejeran pohon-pohon trembesi besar dan tua hanya ada di seberang Alun-alun Tugu, persis di tepi kanan Jalan Tugu dalam formasi melingkar seturut bentuk alun-alun.  Alhasil, Alun-alun Merdeka Malang tetap lebih menarik dikunjungi orang-orang karena lebih hijau dan rindang. 

Orang makin ramai mengunjunginya setelah alun-alun yang berada di Jalan Merdeka itu direvitalisasi oleh Pemerintah Kota Malang dengan desain baru yang menjadikannya tampak lebih indah dan nyaman untuk dikunjungi.

Sebagai salah satu ruang publik terbuka, Alun-alun Merdeka dilengkapi dengan toilet, deretan tempat duduk bersemen, bangku-bangku taman, wahana permainan anak, taman sepatu roda, dan air mancur. 

Para pengunjung juga tak usah terlalu khawatir merasa terganggu oleh kehadiran para pedagang. Dulu, para pedagang bebas berkeliaran di dalam alun-alun. Sekarang mereka dilarang berdagang keliling di dalam alun-alun dan hanya boleh berdagang di luar alun-alun dalam zona yang sudah ditentukan. 

Keberadaan Masjid Agung Jami’ dan Gereja Immanuel, serta Gereja Katolik Kayutangan turut mempengaruhi tingkat kunjungan ke Alun-alun Merdeka, terutama pada waktu-waktu pelaksanaan ibadah masing-masing. Banyak pemeluk masing-masing agama melakukan wisata religi, beribadah sekaligus berwisata di dalam Alun-alun Merdeka dan sekitarnya. 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus