Sudah tepat keputusan Tentara Nasional Indonesia mengusut informasi adanya aliran dana ilegal yang masuk ke Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Langkah proaktif ini menjadi penting karena menyangkut nama baik institusi TNI dan kewibawaan Istana Negara, tempat Paspampres bertugas.
Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, mengaku sepanjang 2017 pernah dua kali menyerahkan uang sekitar Rp 100-150 juta untuk membiayai kegiatan operasional Paspampres. Menurut terdakwa perkara suap ini, uang yang dihimpun dari setoran kontraktor tersebut dipakai untuk biaya operasional Paspampres ketika Presiden Joko Widodo meresmikan proyek di lingkungan Kementerian Perhubungan.
Kendati belum terbukti, pengakuan di muka persidangan ini mesti menjadi momentum bagi Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto untuk melakukan pembenahan. Apalagi, kabar tak sedap ihwal adanya "permintaan" dana dari oknum-oknum tertentu ketika ada peresmian proyek atau acara di daerah yang dihadiri Presiden sudah tersebar lama. Acara kunjungan ke daerah ataupun peresmian proyek baru kerap menjadi ajang bagi segelintir orang untuk mencari keuntungan pribadi dengan menjual nama Paspampres atau pejabat Istana.
Dapat dimaklumi karena, dengan anggaran yang terbatas, tuntutan terhadap Paspampres dalam menjalankan tugas amatlah besar. Setiap kali digelar acara yang dihadiri presiden dan wakil presiden, mereka mesti mengatur dan menyiapkan pasukan yang berjaga di ring 1, ring 2, dan seterusnya. Belum lagi, frekuensi pengamanan terus meningkat seiring dengan kebiasaan Presiden Joko Widodo melakukan blusukan dan meresmikan banyak proyek infrastruktur di daerah.
Kendati demikian, penerimaan uang tak resmi dengan alasan dan kondisi apa pun sama sekali tidak dibolehkan. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2013, tentang pengamanan presiden dan wakil presiden, mantan presiden dan mantan wakil presiden beserta keluarganya, serta tamu negara setingkat kepala negara/kepala pemerintahan, secara tegas mengatur hal itu.
Dalam Pasal 29 disebutkan semua pendanaan pengamanan presiden dan wakil presiden, mantan presiden dan mantan wakil presiden beserta keluarganya, serta tamu negara setingkat kepala negara/kepala pemerintahan dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selanjutnya, pendanaan pengamanan itu dialokasikan melalui anggaran kementerian/lembaga yang bertanggung jawab sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Dengan aturan yang tegas itu, sangatlah penting agar pengusutan tuntas informasi penting ini segera dilakukan. Akan lebih baik jika pengusutan ini dilakukan secara transparan oleh tim independen. Selanjutnya, hasil pemeriksaan berikut sanksi yang diberikan diumumkan kepada publik. Tanpa upaya itu, kecurigaan adanya praktik lancung adalah sebuah kebenaran dan, jika dibiarkan, akan terus bergulir di masyarakat.