TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sangat dibutuhkan para pelaku usaha nasional. Hal itu dibutuhkan untuk menyusun kembali rencana bisnis perusahaan akibat menguatnya kurs dolar Amerika beberapa waktu terakhir.
“Kami berharap tentunya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika ini cepat stabil. Karena kami perlu menyesuaikan dan menata ulang rencana bisnis jika terjadi fluktuasi nilai tukar mata uang,” kata Carmelita dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Sabtu, 30 Juni 2018.
Menurut dia, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika cukup berdampak pada beban biaya perusahaan. Hal ini tak lepas dari beberapa komponen beban perusahaan yang harus dibayarkan dalam bentuk dolar Amerika.
Baca: Kurs Dolar AS Terus Menguat Menjelang Rapat Dewan Gubernur BI
Beberapa beban biaya yang perlu dibayarkan dalam mata uang dolar Amerika itu seperti spare part kapal. Sebab, sebagian besar spare part kapal saat ini masih lebih banyak impor. Selain itu, pinjaman kepada bank asing dalam pembangunan kapal perlu dibayarkan dalam bentuk dolar Amerika.
Komponen lain adalah asuransi kapal dengan perusahaan asuransi asing. Tentunya hal ini memberatkan perusahaan pelayaran, mengingat pendapatan pelayaran domestik bagi perusahaan pelayaran nasional menggunakan mata uang rupiah.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika juga berdampak pada peningkatan cost of transaction para importir Indonesia. Bagi importir, biaya yang dikeluarkan untuk nilai suatu barang tertentu akan ikut terkerek naik jika nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika terus mengalami pelemahan.
Baca: Pertumbuhan Ekonomi Diharapkan Jadi Sentimen Positif Rupiah
Adapun bagi eksportir justru terjadi sebaliknya. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika akan membuat nilai dari hasil produksi suatu barang yang diproduksi menjadi lebih tinggi.
Carmelita menuturkan perusahaan nasional yang terdampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika juga tidak dapat berbuat banyak, selain melakukan efisiensi pada pos-pos beban biaya yang dapat ditekan.
“Tentunya beban kita semakin berat, karena sulit bagi pelayaran nasional menaikkan freight kapal. Mungkin yang dapat dilakukan adalah efisiensi pada beban biaya yang mungkin bisa ditekan," katanya.
Menurut dia, kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis point (bps) menjadi 5,25 persen yang dilakukan Bank Indonesia dapat dimaklumi mengingat tidak adanya pilihan lain untuk menjaga nilai tukar rupiah. Kebijakan BI ini, ujar Carmelita, diperlukan untuk menjaga kepercayaan investor asing dan mengendalikan inflasi nasional.
Meski demikian, kata Carmelita, kebijakan ini sedikit banyak juga akan berdampak bagi perusahaan pelayaran nasional. Pelayaran nasional harus berusaha lebih keras untuk mendapat pinjaman untuk investasi pengembangan usaha.
Karena itu, pelayaran nasional mengharapkan tetap mendapat pendanaan kompetitif dengan besaran bunga yang berbeda dari bunga perbankan pada umumnya. "Kami berharap untuk industri pelayaran nasional ada pendanaan kompetitif yang dibedakan dengan bunga perbankan pada umumnya," ujarnya.
Simak berita lainnya tentang rupiah di Tempo.co.