INFO NASIONAL-- Terowongan merupakan salah satu alternatif teknologi konstruksi prasarana transportasi di daerah pegunungan atau untuk melintas di bawah laut. Hal ini menjadi tantangan dalam pembangunan jaringan transportasi di Indonesia.
Selain itu, terowongan juga menjadi salah satu pilihan solusi teknologi konstruksi dalam pengembangan infrastruktur transportasi perkotaan.
Baca Juga:
Terowongan merupakan salah satu pilihan untuk prasarana transportasi yang andal. Untuk itu Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan (Pusjatan) menggelar Seminar Nasional Terowongan selama dua hari, Senin Selasa, 17-18 September 2018 bertempat di Kantor Pusjatan jalan AH Nasution nomor 264 Bandung, Jawa Barat).
Kepala Pusjatan, Deded. P. Sjamsudin dalam laporannya saat membuka acara menyampaikan bahwa seminar ini merupakan bagian dari kerja sama antara Puslitbang Jalan dan Jembatan dengan National Institute of Land and Infrastructure Management (NILIM) dan Public Works and Research Institute (PWRI) dari Jepang.
"Kerja sama ini merupakan kegiatan litbang dalam bidang terowongan pada media campuran tanah-batuan," ujarnya saat membuka acara.
Baca Juga:
“Tujuan penyelenggaraan seminar ini adalah untuk memperkuat mindset para pemangku kepentingan bahwa terowongan merupakan prasarana transportasi yang andal," katanya menambahkan.
Deded juga menyampaikan jumlah peserta seminar yang diundang adalah 150 orang yang berasal dari pemerintah (Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, Bappenas), perguruan tinggi, asosiasi profesi, kontraktor, dan konsultan.
"Namun dikarenakan antusiasme publik yang besar terhadap seminar ini, maka kami menerima peserta tambahan sebanyak 170 orang yang mengikuti webinar secara live di Gedung Carro Pusjatan," ucapnya.
Hal senada disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian PUPR, Lukman Hakim, bahwa acara ini mempunyai nilai dan arti yang sangat penting untuk menunjang pembangunan dan mempercepat konektivitas.
"Peran terowongan dapat mempersingkat jarak antardaerah yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi gangguan pada infrastruktur di permukaan menjadi kunci penting agar percepatan pembangunan infrastruktur dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien," kata Lukman.
Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Sugiyartanto menyampaikan bahwa biaya konstruksi relatif pembangunan terowongan dibandingkan dengan pembangunan jalan layang diperkirakan berkisar antara 2- 7 kali lipat.
"Ini tentu tergantung dari metode konstruksi yang dipilih mulai dari cut and cover sampai dengan pembangunan terowongan ganda susun 3 yang komplek," ujarnya.
Mahalnya biaya konstruksi, kata Sugiyartanto, membuat relatif pembangunan terowongan menjadi ganjalan dalam memilih teknologi terowongan sebagai sebuah solusi alternatif untuk membangun konstruksi jalan.
"Memperhatikan hal tersebut, perlu kiranya upaya untuk memanfaatkan keuntungan teknologi terowongan dibanding dengan teknologi lainnya, yaitu kemungkinan untuk memperpendek panjang konstruksi jalan yang perlu dibangun dengan teknologi terowongan," katanya.
Sugiyartanto menambahkan kesulitan lainnya karena tidak adanya batasan perencanaan akibat kondisi batasan di sekitar proyek jalan tersebut. "Seperti jalan tidak bisa dibuat lurus akibat adanya gedung/rumah/infrastruktur lainnya yang tidak mungkin untuk dipindahkan dan menyebabkan jalan yang akan dibangun harus menyesuaikan, sehingga panjang jalan menjadi bertambah panjang dan ditambah lagi tambahan investasi yang dibutuhkan untuk biaya pengadaan tanah," tutur Sugiyartanto. (*)