TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Centre For Budget Analysis atau CBA Uchok Sky Khadafi menilai semestinya Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak perlu memuji Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK yang telah mengembalikan duit dan aset negara sebesar Rp 4,38 triliun. Menurut Uchok, angka itu tidak sebanding dengan belanja negara.
“Sebetulnya Rp 4 triliun itu kecil. Tidak perlu diapresisi. Angka itu kan kerugian negara yang nilainya masih sedikit ketimbang belanja negara,” ujar Uchok saat dihubungi pada Jumat, 16 April 2019.
Uchok mengatakan Presiden semestinya dapat mendorong BPK untuk melakukan audit lebih ketat sehingga kas dan aset negara yang dikembalikan lebih banyak. Uchok berharap kinerja BPK dengan struktur yang anyar pada tahun ini membaik.
Karena itu, ia meminta dewan menyeleksi ketat calon anggota BPK yang memiliki integritas. Bila DPR mempertimbangkan ego politis untuk memilih calon anggota BPK, Uchok memprediksi kinerja pengaudit keuangan itu tidak akan lebih baik ketimbang periode sebelumnya.
“BPK akan sama dengan tahun2 sebelumnya, hanya jadi tempat buangan politikus,” ujarnya.
Dalam Sidang Tahunan MPR pada hari ini, Jumat 16 Agustus 2019, Jokowi menyampaikan apresiasinya terhadap kinerja BPK. "BPK telah memeriksa kinerja dan kepatuhan pemerintah dan badan lainnya, serta berhasil pengembalikan kas dan aset negara sebesar Rp 4,38 triliun," kata Jokowi di Kompleks MPR DPR, Jakarta, Jumat.
Sebagai lembaga negara yang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, Jokowi melihat peranan Badan BPK sangat penting. BPK mengemban tugas memastikan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat dipertanggungjawabkan. BPK juga memastikan setiap rupiah dalam APBN digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
Jokowi menyampaikan bahwa jumlah pemerintah daerah dengan status Wajar Tanpa Pengecualian berhasil ditingkatkan dari 47 persen di tahun 2014 menjadi 78 persen di tahun 2018. BPK juga telah melaksanakan pemeriksaan kesiapan implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di Indonesia.
HENDARTYO HANGGI