TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) meminta PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI untuk melengkapi Standard Operation Procedure (SOP) tentang pelecehan seksual yang telah diterbitkannya pada Juni 2019. Koordinator Divisi Kajian dan Pengembangan KPI, Farida Indriani, meminta SOP tersebut dilengkapi dengan penyediaan posko khusus trauma healing bagi para korban.
Menurut dia, proses trauma healing sangat penting diberikan bagi para korban. “Karena kalau korban itu kan lebih banyak (dampak) ada psikologi, dampaknya bukan hanya hari itu, tapi setelah itu juga,” kata Farida saat ditemui usai menghadiri diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu, 13 Oktober 2019.
Sebelumnya pada 8 Oktober 2019, PT KAI menyampaikan kepada Tempo bahwa mereka telah menerbitkan SOP terkait penanganan tindak pelecehan seksual yang terjadi di dalam kereta. “Mengatur soal penumpang melakukan perbuatan asusila, berperilaku yang dapat membahayakan keselamatan, dan/atau mengganggu penumpang lain di atas kereta api,” kata VP Public Relations KAI Edy Kuswoyo.
Panduan atau SOP ini terbit setelah kejadian beberapa bulan sebelumnya. Saat itu, pelecehan dialami seorang wanita dalam KA Sembrani rute Jakarta Gambir - Surabaya Pasarturi. Pelecehan ini terjadi pada Selasa 23 April 2019, pukul 02.00 WIB, sekitar 30 menit setelah kereta melewati Stasiun Tawang, Semarang. Namun, kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan saja.
Selama ini, kata Farida, posko yang tersedia baru untuk penumpang yang pingsan dalam perjalanan kereta. Sehingga, ia mengatakan PT KAI bisa memulainya dengan menyediakan posko trauma healing di stasiun dengan ukuran yang cukup besar, seperti Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan.
Kalaupun tidak memungkinkan di stasiun yang kecil, korban bisa diarahkan ke Stasiun Manggarai atau dibawa ke pihak yang bisa menanganinya. “Libatkan saja relawan atau mahasiswa, pasti mau, tinggal diatur shiftnya," kata Farida.
Untuk itu, Farida meminta PT KAI berdiskusi dengan pihak-pihak yang memang memiliki perhatian pada isu kekerasan dan pelecehan seksual ini, terutama yang dialami oleh perempuan. Sebab, selama ini perempuan lah yang lebih banyak menjadi korban atas tindakan ini. “Padahal, angkutan umum kan seharusnya aman,” ujar dia.