TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Jean Calvijn Simanjuntak mengatakan proses aborsi di Klinik Aborsi Ilegal di Percetakan Negara III, Senen, Jakarta Pusat sangat singkat. Dari proses pendaftaran hingga aborsi hanya memakan waktu 15 menit saja.
"Untuk di ruang tindakan dilakukan cepat sekali. Asumsi dari pasien masuk sampai Pemulihan hanya 15 menit. Jadi proses vakum aborsi hanya 5 menit, ini yang dituangkan dalam BAP," ujar Calvijn di klinik tersebut, Jumat, 25 September 2020.
Baca Juga: Rekonstruksi Aborsi di Percetakan Negara: 10 Tersangka Peragakan 63 Adegan
Fakta mengejutkan lainnya dari klinik aborsi ini, para tersangka mulai dari dokter hingga perawat, tidak memiliki kompetensi dan sertifikasi di bidang tersebut. DK, yang menjadi dokter di klinik itu, merupakan lulusan Fakultas Kedokteran di salah satu universitas swasta di Sumatera Utara.
Namun, DK belum mengambil sertifikasi dokter dan tak memiliki keahlian di bidang kandungan. "Termasuk dua tersangka lainnya, tidak punya kompetensi sebagai perawat atau bidan. Tidak ada legalitas," kata Calvijn.
Dari pengakuan para pelaku, klinik telah beroperasi sejak 2017 dan telah mengaborsi 32 ribu lebih janin. Untuk tarif yang dikenakan sekitar Rp 2 juta untuk mengaborsi janin berusia di bawah 5 minggu dan Rp 4 juta untuk janin yang telah berumur di atas 5 minggu.
Dalam sehari, Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan klinik itu bisa melayani 5-6 pasien. Keuntungan yang diraup klinik aborsi ini setiap hari sekitar Rp 10 juta dan meraup Rp 10 miliar hingga saat ini.
Adapun ke-10 tersangka tersebut, antara lain berinisial LA (52 tahun), DK (30), NA (30), MM (38), YA (51), RA (52), LL (50), ED (28), SM (62), dan RS (25).
Atas tindakannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Yaitu, Pasal 346 dan atau Pasal 348 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.