TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) belum mengetahui adanya ketentuan soal aborsi ilegal dalam aturan turunan UU Cipta Kerja. Dalam aturan turunan tersebut, izin rumah sakit bisa dicabut bila melanggar kewajiban terkait aborsi ini.
"Seperti baru ini (ketentuan baru)," kata Sekretaris Jenderal ARSSI Iing ichsan Hanafi saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 6 Februari 2021. Untuk itu, ARSSI akan mengecek dan mempelajari terlebih dahulu ketentuan tersebut.
Saat ini, pemerintah sedang mengerjakan aturan turunan UU Cipta Kerja. Dikutip dari laman resminya uu-ciptakerja.go.id, saat ini sudah tercantum 9 Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).
Salah satunya adalah RPP tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan. Ketentuan soal aborsi ini tercantum pada pasal 42. Pada ayat 1 disebutkan bahwa rumah sakit wajib menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika.
Pada ayat 3, ada lima keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika. Kelimanya yaitu permintaan untuk melakukan aborsi ilegal dan permintaan untuk bunuh diri dengan bantuan.
Kemudian, pemberian keterangan palsu, melakukan perbuatan curang (fraud), dan keinginan pasien lain yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 54 mengatur sanksi administratif untuk pelanggaran terhadap kewajiban tersebut. Sanksinya mulai dari teguran, teguran tertulis, denda, dan/atau pencabutan perizinan rumah sakit.
Tapi perlu dicatat, sanksi ini tidak berlaku bagi pelanggaran di Pasal 42 menyangkut aborsi ilegal saja. Sanksi juga juga kewajiban di pasal lainnya, seperti wajib memberikan pelayanan anti diskriminasi (Pasal 33) hingga layanan gawat darurat tanpa meminta uang muka (Pasal 37).
Baca: Aturan Turunan UU Cipta Kerja Paling Lambat Disahkan 7 Februari