"Bahkan cenderung konstraktif," katanya usai seminar Proyeksi Ekonomi 2004 di Jakarta, Rabu (8/10). Seharusnya, kata menteri era Presiden Abdurrahman Wahid ini, pemerintah merencanakan pertumbuhan ekonomi 5 persen seperti yang disebut Presiden Megawati Seokarnoputri dalam pidato tahunan di MPR, bukan 4,5 persen seperti yang tercantum dalam RAPBN. Bambang juga menilai perhitungan pemerintah dalam RAPBN tidak konsisten.
Menurutnya angka pertumbuhan itu tidak jadi pengali untuk menghasilkan angka penerimaan negara. "Kalau perhitungannya benar penerimaan pemerintah mendapat tambahan Rp 30-50 triliun," katanya. Ia menunjukan rumus perhitungannya. Angka penerimaan, kata Bambang, adalah hasil perkalian dari penerimaan tahun 2003 x 106 persen dari inflasi x 105 persen angka pertumbuhan ekonomi.
Akibat tak dipakainya asumsi pertumbuhan ekonomi 5 persen, katanya, penerimaan pemerintah terlalu kecil hanya Rp 343,9 triliun. Angka ini hanya meningkat Rp 7,7 trilun dari angka penerimaan tahun 2003.
Menurut Bambang pertumbuhan ekonomi bukan asumsi APBN tapi penetapan pemerintah karena bisa dikendalikan. Dalam RAPBN defisit dipatok sebesar 1,2 persen atau Rp 24,9 triliun. Seharusnya dengan defisit sebesar itu pertumbuhan ekonomi bisa meningkat lagi.
Sebetulnya defisit 0 persen pun bisa seperti yang tercantum dengan Program Pembangunan Nasional yang disusun pada 2000. Tapi, katanya, jika tak ada defisit dengan pertumbuhan 5 persen pun APBN tak memberikan stimulus ekonomi. "Kalau defisitnya 1,2 persen tetap tidak stimulatif itu jadi lucu. Wong konsolidasi fiskal sudah berhasil, kok," katanya.
Tapi menurut Bambang, rendahnya asumsi-asumsi dasar dalam RAPBN bukan disebabkan oleh tak jelasnya program ekonomi pemerintah pada 2004. "Itu cuma salah hitung saja," katanya, "soal teknis matematikanya."
Meski menilai hanya salah hitung, Bambang menyatakan ketidaksetujuannya dibuat Paket Kebijakan Ekonomi Pasca Program IMF yang menjadi program kerja pemerintah pada 2004. Paket kebijakan yang dijuluki white paper itu, menurutnya, tidak perlu ada jika pemerintah akan menjalankan program tetapnya secara displin. "Kita tidak perlu white paper, program pemerintah saja jalankan dengan disiplin," katanya, "white paper kesannya paper yang dibuat orang white."
Karena itu ia meminta DPR bisa mendorong pembahasan RAPBN menjadi lebih baik. "Kalau berhasil, akan ada sumbangan pertumbuhan dari sini," katanya. Pemilu 2004, katanya, bisa juga dipandang sebagai sumber peningkatan aktivitas ekonomi, meski ada juga resiko politik dan sosialnya. Namun, jika pemerintah bisa mengendalikan Pemilu dengan aman dan ada perubahan RAPBN, Bambang memperkirakan ekonomi akan tumbuh hingga 4,8 persen.
Hal senada juga diungkapkan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom. Dari hasil keliling ke sejumlah negara, kata Miranda, dirinya mendapat optimisme dari para investor tentang prediksi Pemilu akan berjalan lancar. "Semua persepsi sama, Pemilu akan lancar dan tak akan menggangu pasokan barang," katanya.
Miranda memperkirakan nilai tukar rupiah pun masih bisa turun meski saat Pemilu berlangsung akan naik kembali. Maka ia menilai realistis jika pemerintah menetapkan angka rupiah sebesar Rp 8.700 per dolar Amerika Serikat dalam RAPBN 2004. Ia memperkirakan nilai rupiah bisa mencapai Rp 8.300 per dolar awal tahun depan.
bagja hidayat/TNR