TEMPO Interaktif, Jakarta: Pemandangan itu bermula dari jajaran tiang listrik yang berbaris rapi. Kabel dan tiang listrik terpancang menjangkau sebuah pulau kehijauan yang seakan berada di seberang. Tapi pulau itu hanya dijadikan landasan tempat tiang-tiang listrik yang terus menjulur melewati pulau kecil berpenghuni sekitar 20 keluarga itu.
Itulah pemandangan yang tersaji dalam lukisan karya Tommy Wondra berjudul Membaca Tanda-tanda #6. Bersama 25 lukisan lainnya, lukisan berukuran 200 x 150 sentimeter itu dipamerkan di Edwin Gallery sejak 27 Agustus lalu hingga 7 September. Semua lukisan diberi judul sama dengan tajuk pameran, yakni "Membaca Tanda-tanda". Hanya nomor yang membedakannya.
Sejatinya, bukanlah pemandangan itu yang utama disajikan Wondra, 28 tahun. Dalam lukisan tersebut ia membubuhkan makna dengan memberikan sentuhan tanda-tanda itu pada coretan tangan yang tersebar di setiap tiang. Tidak jelas apa yang dicoretkan Wondra. Tapi tulisan tangan itu menambah sisi artistik lukisan yang ia hasilkan. Seakan coretan itu merupakan rumus yang membentuk jajaran tiang.
Selain jalinan tiang listrik bersama kabel-kabelnya yang terkesan semrawut, Wondra juga menghadirkan imaji jembatan di beberapa karyanya. Pada karya Membaca Tanda-tanda #1, Wondra memberi arti pentingnya jembatan.
Ia melukiskan sebuah lanskap berupa dua daratan rawa-rawa yang banyak dialiri sungai kecil yang saling menyilang. Sebuah sungai lebih besar mengalir di antara keduanya. Dari atas, sebuah jembatan tergantung oleh tali merah seakan mencari tempat hendak diletakkan di mana.
Menurut kurator Rifky Effendi, tanda-tanda yang dijelmakan Wondra hadir dalam ukuran kecil namun berperan penting. Bagi Wondra, kata Rifky, tali-temali merupakan ciri permainan visual atau identitas. "Itu memberikan aksentuasi dan membuat perbedaan dengan elemen keras lain," ujar Rifky dalam pengantar kuratorialnya.
Sosok jembatan yang dipilih Wondra sebagai penghubung dua dunia, kata Rifky, menggamangkan pemirsa dengan makna yang telah terkonstruksi oleh budaya manusia. "Ia seolah berupaya menjinakkan seluruh tanda-tanda itu agar proses pemaknaan dan pembacaan kembali ke titik nol," ujarnya.
Tidak cukup waktu sekejap untuk memberikan makna pada lukisan lulusan Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, ini. Wondra membiarkan kita bertualang menjelajahi imaji-imaji dalam lukisannya. Walau tidak memiliki latar belakang arsitektur, Wondra berhasil memberikan sentuhan arsitektur pada lukisan lanskapnya.
"Membaca tanda-tanda Wondra sungguh menarik karena ada ambiguitas makna," kata Rifky. Menurut dia, tanda-tanda liar yang dihadirkan Wondra menjadi puitik, dan kemudian bergerak menuju piktorialistik.
Tito Sianipar