TEMPO Interaktif, Orlando: Pertama ada operasi, kemudian kemoterapi dan radiasi. Sekarang, dokter telah mengatasi kesalahan awal selama 30 tahun dan menemukan kesuksesan dengan cara keempat melawan kanker, yaitu menggunakan pelindung alami tubuh, sistem kekebalan.
Pendekatan itu dinamakan vaksin kanker, walaupun dia lebih pada mengatasi penyakit dibandingkan mencegahnya.
Pada konferensi hari Minggu, para peneliti mengatakan salah satu vaksin itu mencegah kondisi lymphoma menjadi buruk selama lebih dari satu tahun.
Temuan itu adalah temuan besar dalam bidang ini, di mana kemajuannya sangat lambat dan kesuksan pengobatan baru sering diukur dalam hitungan minggu atau bahkan berhari-hari.
Vaksin percobaan terhadap tiga kanker lainnya -- prostat, penyakit kulit melanoma, dan bahkan tumor anak yang fatal neuroblastoma - juga memberi hasil positif dalam uji coba tahap akhir dalam minggu-minggu ini, setelah beberapa dekade berjuang di laboratorium.
"Saya tidak tahu tindakan apa yang berbeda sehingga membuat terobosan ini," kata Dr Len Lichtenfeld dari American Cancer Society.
Namun terlalu awal untuk menyatakan kemenangan. Tidak seorang pun tahu berapa lama manfaat ini bertahan, apakah seseorang membutuhkan "penyokong" untuk membuat penyakit mereka terpantau, atau apakah vaksin akan menjadi sebuah obat. Banyak vaksin harus disesuaikan untuk setiap pasien. Seberapa praktiskah hal itu dan berapa biayanya?
"Itu semua pertanyaan bagus, namun belum ada jawabannya," kata Dr Richard Schilsky, spesialis kanker dari Universitas Chicago yang juga Presiden American Society of Clinical Oncology.
Dalam studi itu, pasien harus dalam kondisi mendapat remisi selama setidaknya enam bulan kemoterapi standar. Ini sering terjadi pada lymphoma, namun penyakit itu biasanya muncul kembali.
Peneliti memberi 41 pasien protein kerang dan penyokong imun, 76 lainnya diberikan hal serupa ditambah vaksin. Setelah hampir lima tahun, rata-rata waktu hingga kanker memburuk adalah 44 bulan di kelompok vaksin dan 30 bulan di kelompok lainnya.
Hasil besar lainnya terlihat pada vaksin neuroblastoma yang dikembangkan institut kanker. Dalam sebuah studi terhadap 226 pasien, 86 persen penerima vaksin masih hidup setelah dua tahun dibandingkan 75 persen lainnya yang tidak mendapat vaksin. Hasil ini dirilis oleh masyarakat oncology dua minggu lalu.
Hilde Stapleton, 53, warga pinggiran kota Houston, salah seorang yang beruntung dengan vaksin itu. Meski dia mendapati, sebagaimana penerima yang lain, vaksin memiliki beberapa efek sampingan, namun efek itu, menurutnya, "hanya seperti kasus flu buruk yang biasa anda rasakan," ujarnya.
AP | ERWIN Z