“Padahal hadiah tersebut diberikan untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya,” kata jaksa penuntut umum, Rudi Margono, saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (20/9).
Menurut jaksa Rudi, duit diserahkan dua tahap, yakni pada 21 Mei dan 21 Juni lalu. Tahap pertama, diserahkan kepada Suharto oleh dua terdakwa lain yang disidangkan terpisah, Herry Lukmantohari dan Herry Suparjan, bersama Sekretaris Daerah Kota Bekasi Tjandra Utama Effendi di Rumah Makan Sindang Reret, Bandung.
Baca Juga:
Oleh Suharto, duit dibagi, dengan pembagian dia dan Enang Hernawan masing-masing memperoleh Rp 50 juta. Sisanya, Rp 100 juta, jadi jatah bosnya, Kepala BPK Jawa Barat Gunawan Sidauruk.
Sebulan kemudian, pada 21 Juni, Lukmantohari dan Suparjan mendatangi rumah Suharto di Bandung. Mereka menyerahkan kekurangan duit Rp 200 juta seperti yang dijanjikan sebelumnya. Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengintai di luar rumah lantas menyergap ketiganya seusai penyerahan duit.
Di BPK Jawa Barat, Suharto menjabat Kepala Sub Auditoriat. Sedangkan Enang, yang ditahan belakangan, bekerja sebagai auiditor.
Keduanya dijerat dengan dakwaan berlapis. Dalam dakwaan primer, jaksa menuding mereka melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dakwaan subsidernya, Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
ANTON SEPTIAN