Ketua lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pinggiran (PPAP) Seroja, Retno Heni Pujiati, mengatakan sebenarnya Surakarta memiliki berbagai program berpihak pada hak anak. Tapi, faktanya anak jalanan belum tersentuh. "Hanya karena program itulah Kota Surakarta dinilai baik mengembangkan kota layak anak," kata Retno, Selasa, 3 Mei 2011.
Menurutnya, satu-satunya kegiatan yang dilakukan pemerintah kota terhadap anak jalanan hanyalah razia. "Itu sama sekali tak menyentuh akar persoalan," kata Retno. Padahal, anak jalanan juga harus bisa menikmati fasilitas dari pemerintah, seperti pendidikan dan kesehatan.
Menurut Retno, pemerintah belum punya perspektif yang komprehensif dalam memandang dan memperlakukan anak jalanan. "Belum bisa menganggap anak jalanan adalah korban realita sosial," kata dia. Jadi, anak jalanan lebih sering dipandang sebagai penyakit masyarakat.
Retno mengakui sebenarnya sudah ada beberapa dinas yang memiliki perspektif sama dengan aktivis pemerhati anak jalanan. Namun, dinas lain yang menjadi pengambil keputusan dalam penanganan anak jalanan justru belum. "Mereka perlu untuk menyamakan visi," kata Retno.
Retno tak tahu persis berapa jumlah anak jalanan di Surakarta. "Kami baru menjangkau 103 anak jalanan," katanya. Dia yakin jumlah anak jalanan yang berhasil dijangkau hanya sebagian kecil dari jumlah anak jalanan yang ada di Surakarta.
Kepala Bidang Sosial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta, Agus Hartanto, menyatakan instansinya tak memiliki data jumlah anak jalanan di Surakarta. Dia mengakui pihaknya belum memiliki program untuk anak jalanan. "Kami hanya bisa merazia mereka," kata Agus.
Razia terhadap anak jalanan itu dilakukan dua kali dalam sebulan, bersamaan dengan razia gelandangan dan orang telantar. Dalam satu kali razia, rata-rata terjaring empat anak jalanan. Mereka kemudian dimasukkan ke lembaga pelatihan keterampilan. "Tapi, sering lari," kata Agus. Untuk kegiatan ini, per tahun pemerintah Surakarta menganggarkan dana Rp 50 juta.
AHMAD RAFIQ