TEMPO Interaktif, Jakarta - Kalangan pedagang memilih menjual bawang putih impor dibandingkan bawang putih lokal. Alasannya, selain disukai konsumen, harga bawang impor juga lebih murah dibandingkan produk petani dalam negeri.
Turnip M. Saragih, pedagang grosir bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati, sudah lebih dari tiga bulan tak lagi memasok bawang putih lokal. “Bawang putih impor dengan bawang lokal harganya jauh berbeda,” ujarnya saat ditemui di Pasar Induk Kramat Jati, Rabu 3 Agustus 2011.
Supri, pedagang lainnya, sudah lama menjual bawang putih dari Cina. Masyarakat, kata dia, lebih senang membeli bawang impor karena lebih bersih dan besar ketimbang bawang lokal. Namun, dari sisi rasa, bawang putih lokal lebih unggul.
"Harga lokal lebih mahal," kata Supri. Dia menjelaskan harga bawang putih impor sekitar Rp 6.500-7.500 per kilogram. "Setelah tahun 2000, saya tidak pernah jual bawang lokal."
Abdul Jafar, petani bawang asal Tegal, mengatakan sejak Februari sudah tidak memasok bawang putih ke Kramat Jati. Sebelumnya dia rutin memasok ke pusat sayur dan buah di Jakarta itu.
Baca Juga:
Menurut dia, lahan tanam bawang putih di Jawa kini tersisa sekitar 70 hektare dari 1.000 hektare. Sisa lahan pertanian bawang putih kini terpusat di Tegal, Jawa Tengah. “Kami kalah saing dengan Cina, sehingga kehilangan pasar."
Direktur Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka Kementerian Pertanian Yul H. Bahar mengatakan produktivitas bawang putih nasional kalah dengan Cina. Lahan pertanian bawang putih di Indonesia hanya mampu menghasilkan 12 ton per hektare. Sedangkan Cina menghasilkan 20 ton per hektare. “Cina diuntungkan oleh dua musim."
Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juni lalu total impor bawang putih sebesar 47.403 ton dengan nilai US$ 33,471 juta. Selama semester I 2011 (Januari-Juni), total impor bawang putih sebesar 178,9 ribu ton dengan nilai US$ 132,77 juta. Sementara total impor bawang putih 2010 sebesar 361,174 ton dengan nilai US$ 245,96 juta.
ROSALINA