TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengusaha siap mendukung jika pemerintah Indonesia ingin melakukan banding atas keputusan pembatasan peredaran rokok kretek di Amerika Serikat. "Kami sedang mengumpulkan data-data penelitian terdahulu tentang tingkat bahaya rokok kretek dan rokok mentol," kata Kepala Hubungan MAsyarakat Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Hasan Aony Aziz, ketika dihubungi, Senin, 12 September 2011.
Beberapa penelitian ada yang menyebutkan bahwa sebenarnya rokok putih justru lebih bahaya dibandingkan rokok kretek. Sebab, kandungan pada rokok putih hanya satu unsur. Lebih berbahaya dibandingkan rokok kretek yang terdiri dari berbagai unsur dan membentuk senyawa.
"Jika Amerika menyatakan rokok kretek lebih membuat ketertarikan pada perokok pemula, itu bukan alasan kesehatan," kata dia. Justru, hal itu membuktikan memang rokok Indonesia berhasil menarik konsumen. "Jadi, ini murni masalah dagang, bukan kesehatan," kata Hasan.
Pernyataan Hasan menanggapi keputusan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) tentang pembatasan peredaran rokok kretek Indonesia. Campur tangan WTO dalam kekisruhan perdagangan kedua negara ini dimulai pada Juni 2009. Saat itu, Presiden Barack Obama mengesahkan aturan Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act.
Dengan adanya aturan tersebut, produksi dan penjualan rokok kretek dan rokok beraroma lainnya dilarang di Amerika. Namun peraturan ini telah mengecualikan rokok beraroma mentol. Alasannya, rokok beraroma dianggap lebih berbahaya bagi perokok pemula atau anak muda.
Akibatnya, Indonesia tidak bisa lagi mengekspor rokok kretek ke negara tersebut. Potensi kerugian Indonesia akibat aturan ini mencapai US$ 200 juta per tahun. Sejak aturan berlaku pada 2010, ekspor rokok ke Amerika nihil. "Padahal, jika tidak dilarang, potensi ekspor rokok Indonesia ke seluruh dunia pada 2010 bisa mendekati US$ 500 juta," kata dia.
Indonesia mengajukan sidang panel kepada badan penyelesaian sengketa (dispute settlement body).
WTO lalu menyatakan bahwa aturan itu memang diskriminatif. Tetapi, di lain pihak, organisasi itu menyatakan aturan tersebut memang dibutuhkan karena terbukti mengurangi perokok pemula.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Benny Wahyudi mengatakan pemerintah Indonesia akan menempuh jalur hukum terkait dengan pembatasan rokok kretek oleh pemerintah Amerika Serikat. "Pemerintah akan mengajukan banding terhadap sikap diskriminatif dari Amerika Serikat terhadap pelarangan rokok beraroma cengkeh," katanya
Namun, Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan, Gusmardi Bustami menyatajan pemerintah belum memutuskan langkah terkait hasil panel WTO. "Kami masih mempelajari kemungkinan tersebut (banding)," kata dia.
Lebih lanjut, Hasan mengatakan, hasil kesimpulan WTO yang menyatakan Amerika diskriminatif bisa jadi awal untuk Indonesia mengajukan banding. Tujuannya untuk mendorong pencabutan aturan pembatasan rokok kretek atau meminta Amerika juga melarang peredaran rokok mentol.
EKA UTAMI APRILIA