TEMPO Interaktif, Peraih Nobel asal Kenya, Wangari Muta Maathai, meninggal dunia di Nairobi akibat terkena kanker. Perempuan berusia 74 tahun itu dianugerahi Nobel Perdamaian pada 2004 berkat jasanya mengkampayekan konservasi lingkungan, hak-hak perempuan, dan transparansi pemerintah.
Maathai merupakan perempuan pertama Afrika yang gigih berjuang mempertahankan idealismenya, sehingga dianggap layak menerima penghargaan dunia.
Wangari Maathai juga pernah menjadi anggota parlemen pada 2002 dan untuk pertama kalinya ditunjuk sebagai menteri dalam pemerintahan Kenya. Untuk mewujudkan konservasi lingkungan, Maathai mendirikan Gerakan Sabuk Hijau (Green Belt Movement) yang telah menanam 20 hingga 30 juta pohon di Afrika.
"Kami sangat sedih atas kematian Profesor Wangari Maathai pada 25 September 2011 di rumah sakit Nairobi setelah berjuang melawan kanker," demikian pernyataan the Green Belt Movement.
Maathai seorang guru besar bidang anatomi hewan. Hidupnya senantiasa diabdikan pada kampanye melawan pembabatan hutan yang berlangsung besar-besaran pada 80-90-an. Namun upayanya justru berakhir di kerangkeng besi oleh bekas pemerintahan Presiden Daniel Arap Moi.
Pada 2008 Maathai terkena serangan gas air mata ketika ikut bersama para pengunjuk rasa menentang rencana Pemerintah Kenya menambah jumlah menteri di kabinetnya.
Harapannya terhadap kaum wanita dia sampaikan dalam pidato penerimaan Nobel. Menurutnya, perempuan harus banyak berperan aktif dalam berbagai komunitas. "Saya berharap hadiah (Nobel) ini sebagai pendorong semangat perempuan untuk siap memimpin," ujarnya.
BBC | CA