TEMPO Interaktif, Jakarta - PT Freeport Indonesia menolak kenaikan upah yang diusulkan Kementerian Tenaga Kerja sebesar 25 persen. Juru bicara PT Freeport Indonesia, Ramdhani Sirait, mengatakan angka tersebut di atas batas yang diajukan perusahaan tambang ini, yaitu 22 persen.
Meski selisihnya hanya 3 persen, menurut Ramdhani, jumlah tersebut tetap signifikan. "Kita bicara tentang kenaikan upah 9.000 orang pegawai," katanya ketika dihubungi kemarin.
Freeport menghitung, dengan kenaikan 22 persen seperti yang ditawarkan perusahaan, dalam setahun para pegawai akan membawa pulang sebanyak Rp 285 hingga Rp 310 juta, sudah termasuk bonus dan berbagai tunjangan. Upah tersebut dinilai layak oleh Freeport karena telah dihitung berdasarkan standar biaya hidup di Papua.
Ribuan pegawai Freeport menuntut kenaikan upah setara dengan pekerja perusahaan ini di luar negeri sebesar US$ 17,5 per jam. Sebelum tuntutan dipenuhi, mereka mogok menggarap lahan tambang milik perusahaan Amerika Serikat itu. Selama ini, rata-rata pegawai non-staf mendapat upah Rp 3,3 juta per bulan, belum termasuk bonus, lembur, dan tunjangan lainnya.
Menurut Wakil Ketua Asosiasi Pertambangan Indonesia Tony Wenas, tuntutan kenaikan upah yang diajukan pegawai Freeport sebesar US$ 17,5 per jam dianggap tidak realistis. "Kompensasi itu tidak sesuai dengan standar di Indonesia dan pertambangan," katanya kemarin.
Jika tuntutan dikabulkan, ia khawatir hal itu akan menular ke pekerja tambang di perusahaan lain. Kenaikan upah juga mendongkrak biaya operasional, yang akan berpengaruh terhadap kontribusi perusahaan kepada pendapatan negara.
Tony juga mendesak pemerintah segera menyelesaikan tuntutan upah di Freeport. Selain menurunkan pendapatan negara, mogok kerja akan berpengaruh terhadap dana pertanggungjawaban sosial perusahaan bagi masyarakat di sekitar pertambangan. "Ini akan menjadi kontraproduktif bagi usaha keras pemerintah dalam mengundang investor di sektor pertambangan," ujarnya.
Data Freeport McMoran menyebutkan pada semester pertama tahun ini, Freeport telah menyetor US$ 1,4 miliar atau Rp 11,7 triliun ke pendapatan negara. Total kewajiban keuangan yang sudah dibayar sejak 1991 adalah US$ 12,8 miliar.
Jumlah karyawan PT Freeport Indonesia pada 2010 adalah 22 ribu orang, termasuk karyawan kontrak 9.000 orang. Sebanyak 30 persen di antaranya adalah penduduk asli Papua dan kurang dari 2 persen adalah tenaga asing.
Menurut Freeport, mogok kerja yang dilakukan karyawan berpotensi menghilangkan penerimaan negara US$ 8 juta per hari. Sedangkan kehilangan pendapatan para pegawai yang mogok adalah Rp 577 ribu per hari.
GUSTIDHA BUDIARTIE