TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kardaya Warnika mengatakan tarif jual listrik ramah lingkungan atau berbasis energi terbarukan akan dinaikkan hingga 50 persen dari tarif sebelumnya.
“Harapannya ini akan menggairahkan permintaan peralatan listrik dari jenis ini,” kata dia dalam acara minum kopi di kantornya, Kamis, 13 Oktober 2011.
Kardaya berharap, bila harga listrik ramah lingkungan naik, maka bisa menyerap tenaga kerja. Selain itu, banyak peralatan jenis ini yang diproduksi di dalam negeri. Menurut Kardaya, tarif lama dalam Peraturan Menteri ESDM 31 Tahun 2009 tidak menarik minat pelaku usaha untuk berinvestasi.
Tarif sebelumnya tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM 31 Tahun 2009 tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi Terbarukan. Dalam tarif itu, listrik hasil energi terbarukan dipatok harga jualnya pada Rp 656 per kWh untuk Jawa-Bali (lihat BOX). Sedangkan dalam revisi yang akan diusulkan tarifnya Rp 975 per kWh. “Ini hasil upaya bersama antara Direktorat, PLN, METI, dan pihak lain,” kata dia.
Direktur Eksekutif METI (Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia) Erwin Susanto Sadirsan menyatakan tarif kesepakatan ini masih 5-10 persen lebih rendah dari yang mereka usulkan. “Tarif ini cukup fair dan harapannya PLN mau membeli listrik dengan tarif baru,” ujarnya.
Pembahasan kesepakatan tarif baru ini lumayan alot. Menurut Erwin, kesepakatan berhasil dicapai setelah pertemuan 3 bulan. Setelah kesepakatan, rencananya tarif baru ini diusulkan menjadi revisi Peraturan Menteri ESDM 31/2009.
Produsen listrik berbasis sampah kota, PT Navigat Organik Energi Indonesia, menyambut baik tarif baru ini. Menurut Direktur Utamanya, Agus Nugroho Susanto, dengan adanya harga jual yang tinggi, perusahaannya bisa lebih mudah mengakses kredit ke perbankan. Karena jika laju pengembalian investasinya (invesment return rate/IRR) makin tinggi, akan makin mudah mengakses kredit. “Selama ini, bank mintanya IRR 15 persen, kami baru bisa 13 persen,” ujarnya.
Jika bisa mengakses kredit, maka perusahaan seperti Agus akan merambah daerah lain untuk digarap. Selain itu, berencana menambah kapasitas produksi listriknya. Produsen listrik di TPA Bantar Gebang, Bekasi, ini akan menambah kapasitas produksi dari 4 Mw jadi 10 Mw. Selain itu, menambah kapasitas produksi listrik di TPA Suwung, Bali, jadi 26 Mw.
Medco Energi juga akan mengembangkan energi ramah lingkungan. Erwin, yang juga Lead of Institusional Relations PT Medco Energi Internasional Tbk, menyatakan akan mengembangkan listrik berbasis sampah di Jawa timur. “Kapasitasnya 20 Mw. Saat ini masih proses tender,” ujarnya. Selain itu, mereka juga ingin mengembangkan listrik berbasis sekam padi di Karawang. Selain tarif baru, Agus menginginkan pemerintah menyediakan insentif. Misalnya berupa insentif bea masuk peralatan. Karena selama ini masih impor dari Eropa.
Kardaya menyatakan pihaknya juga akan mencoba memperbaiki tarif jual panas Bumi, air, surya, dan angin. “Kami harap energi lain disubsidi dan perbaikan insentif,” ujarnya. Pemerintah akan mengacu atau melihat referensi negara lain, seperti Cina dan Malaysia.
NUR ROCHMI
Tarif Lama (Permen 31/2009)
Wilayah | Harga (Rp/kWh)
Jawa, Bali | 656
Sumatera Sulawesi | 787
Kalimantan, NTT, NTB | 853
Maluku, Papua | 984
Rencana Tarif Baru
Energi | Tarif Kesepakan Bersama
Biomassa | Rp 975/kWh
Biogas | Rp 975/kWh
Sampah Kota | Rp 1.050/kWh (zerowaste)
Sampah Kota | Rp 850/kWh (landfill)